UPAYA MASYARAKAT DESA BANGGLE KECAMATAN LENGKONG KABUPATEN NGANJUK DALAM MERUBAH POLA PIKIR KEHIDUPAN PRAGMATIS MENJADI KEHIDUPAN DINAMIS

LAPORAN AKADEMIK

(Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kuliah Kerja Nyata Berbasis PAR)








Dosen Pembimbing Lapangan
Ainur Rofiq Al-Amin, SA. M.Ag
NIP. 197206252005011007

Oleh : Kelompok 9
1. Kholid Noviyanto : Dakwah / KPI
2. Kusairi : Adab / SPI
3. Ach. Marzuki : Adab / BSA
4. Miqdad Asadullah : Syariah / MUA
5. Ahmad Husaini Syahid : Ushuluddin / AF
6. Shohibul Jamil : Syariah / AS
7. Auliya Rahmawati : Dakwah / PMI
8. Lailatus Zuhriyah : Dakwah / MD 9. Nurul Aini : Adab / BSA
10. Siti Fasichatul Charfiyah : Syariah / MUA
11. Mariya Ulfa : Dakwah / KOM
12. Bertha Caturina : Dakwah / KOM
13. Siti Nur Jazillah : Syariah / AS
14. Harisatul Maula : Syariah / MUA
15. Uswatun Hasanah : Dakwah / SPI
16. Nailurrohmah : Syariah / AS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2010

PERSETUJUAN
Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) integrative IAIN Sunan Ampel 2010 di Desa Banggle Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, yang dilaksanakan tanggal 08 Juli s/d 09 Agustus 2010, disetujui oleh dosen pendamping lapangan pada tanggal 31 Agustus 2010.



Dosen Pendamping Lapangan (DPL)



Ainur Roriq Al-Amin, SA. M.Ag
NIP. 197206252005011007















PENGESAHAN
Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) integrative IAIN Sunan Ampel 2010 di Desa Banggle Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, yang dilaksanakan tanggal 08 Juli s/d 09 Agustus 2010, di Sahkan oleh Kepala LPM dan Kepala Program Par pada tanggal 31 Agustus 2010.




Kepala LPM



Drs. H. Zainuddin MZ, LC, MAg
NIP. 19600 40319983 1 001 Kepala Program Par



Drs. Agus Afandi, M.Fil.I
NIP. 19661 106199803 1 002











DAFTAR ISI
PERSETUJUAN
PENGESAHAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISTILAH
BAB I DESKRIPSI LOKASI DAN REALITAS SOSIAL
A. Mengetahui Wilayah Banggle 1
B. Sejarah dan Budaya Desa Banggle 4
C. Pola Perekonomian Masyarakat Desa Banggle 7
D. Alur Realisasi Perekonomian Masyarakat 13
E. Profil Keagamaan Desa Banggle 19
F. Menjelajah Pendidikan di Desa Banggle 25
G. Menganalisa Kesehatan Masyarakat Desa Banggle 29

BAB II MENGANALISA PERSOALAN MASYARAKAT BANGGLE
A. Mengurai Derita Masyarakat Banggle 30

BAB III MERENCANAKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEJAHTERA
A. Perencanaan Program dan Pengorganisasian 41
B. Penjadwalan 42
C. Pembuatan Program Kerja Masing-Masing Kegiatan 43

BAB IV MEMBANGUN KEMAKMURAN DESA BANGGLE
A. Menghidupkan Kembali Pembelajaran Al-Qur’an 44
B. Meningkatnya Kegiatan Keagamaan di Desa Banggle 47

BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan 48
B. Rekomendasi 48

DAFTAR TABEL
1. Tabel Kalender 8
2. Tabel Kecenderungan dan Perubahan 35
3. Tabel Penelusuran Sejarah TPA 38
4. Tabel Matrix Perencanaan Program 41
5. Tabel Penjadwalan Kegiatan 42

DAFTAR GAMBAR
1. Gambar Peta Banggle 3
2. Gambar Pohon Punden 6
3. Gambar Diagram Alur Perekonomian 18
4. Gambar Diagram Alur Keagamaan 33
5. Tabel Pohon Masalah 39
6. Tabel Pohon Harapan 40

DAFTAR ISTILAH
1. Tandur (Tanam Padi) 9
2. Wereng (nama hama) 9
3. Matun (membersihkan rumput) 9
4. Banon (ukuran tanah sawah) 9
5. Mateng (padi mulai memerah) 9
6. Nyadran (mempersembahkan kekayaan pada leluhur) 9
7. Di gejek (perairan tanah) 10
8. Taju (alat untuk menanam) 10
9. Melarik (membuat jalan air) 11
10. Penggujukan(pelubangan tanah) 11
11. Lombok (Cabe) 12
12. Blantik (penebas hewan) 14
13. Jagal (Penyembelihan dan pengolahan hewan) 14
14. Distribusi (dipasarkan) 14
15. Rengkek (Penjual hewan ayam keliling) 15
16. Borek (penebas tanaman) 15


BAB I
DESKRIPSI LOKASI DAN REALITAS SOSIAL

A. Mengetahui Wilayah Banggle.
Desa Banggle Secara geografi posisi wilayah desa Banggle terletak di daerah perhutanan dengan jarak 32,5 Km dari kabupaten Nganjuk, 6,5 Km dari kecamatan Lengkong dan 117,5 Km dari Propinsi Jawa timur. Desa tersebut memiliki dua dusun yaitu dusun Banggle dan dusun Pule. Sebelah timurnya terdapat desa Dukuh, sebelah selatannya terdapat desa Ketandan dan desa Ngringin. Sedangkan sebelah utaranya terdapat desa Sumber Miri. Desa tersebut menempati luas wilayah 1,057,505 ha. Lahan tersebut digunakan untuk lahan : a. Pemukiman dengan luas wilayah 32,340 ha. b. Sawah dengan luas wilayah 42,60 ha. c. Ladang atau tegal dengan luas wilayah 11,265 ha.. d. Hutan lindung dengan luas wilayah 970,8 ha. e. Perkantoran dengan luas wilayah 0,500 ha.
Lahan pemukiman, sawah dan tegal atau ladang merupakan kepemilikan warga setempat dan tidak semua warga punya lahan sawah. Ada pula yang menjadi buruh tani, kurang lebih 45% dari jumlah penduduk desa Banggle. Mengenai hutan berbeda dengan lahan sawah atau tegal. Hal ini dikelola oleh perhutani dengan tanaman kayu jati yang tiap tahunnya menghasilkan Rp216.000.000 dengan luas lahan 970,8 ha. Dalam hal ini dikelola oleh pemerintah perhutani, masyarakat desa Banggle hanya menikmati hasilnya yang nantinya akan diproduksi menjadi bahan kerajinan dan bahan bangunan.
Mengenai perkantoran di desa Banggle diwujudkan dengan balai desa dengan luas lahan 0,500 ha. Hal ini dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang digunakan sebagai pusat pemerintahan warga desa Banggle.
Banggle terkenal dengan kaya Sumber Daya Alam (SDA) sehingga masyarakat tidak resah memikirkan kebutuhan pokok serta memenuhi kebutuhan keluarganya. Lahan pertanian sangat subur sehingga tanaman-tanaman tumbuh dengan subur seperti padi, jagung, tembakau, cabe, dsb. Sehingga petani merasakan hasil panen tanaman tersebut yang melimpah ruah.

Sebagai penunjang kehidupan, masyarakat Banggle memberdayakan irigasi yaitu pemanfaatan air oleh penduduk setempat sebagai kebutuhan hidupnya seperti mencuci, mandi dsb. Ada keunikan dari masyarakat tersebut mengenai kekreatifannya menfungsikan perairan dengan baik. Di saat musim kemarau menurut pendapat salah satu warga mengatakan bahwa sebelum musim kemarau yang berkepanjangan, masyarakat Banggle mempersiapkan tandon air Dengan membendung sungai dari DAM yang fungsinya sebagi penyimpanan air sehingga di saat musim kemarau masyarakat punya simpanan air sebagai kebutuhan hidupnya.
Di samping itu, sungai yang ada di desa Banggle merupakan tempat perairan. Hal ini menjadi kebutuhan warga seperti perairan ke sawah, tempat mencuci dsb. Akan tetapi masyarakat kurang menyadari akan kebersihan air tersebut. Terkadang dibuat untuk buang air besar, banyak sampah yang kurang dibersihkan. Hal itu tidak dipermasalahkan oleh warga karena air tersebut tetapi kebersihan air kurang.
Pada tahun 2001 ketika desa mengalami perubahan menjadi desa maju, banyak warga yang antusias menjaga kebersihan lingkungan. Air sungai berfungsi dengan baik dan dibangun bronjongan melalui dana PNPM sebesar Rp 8.500.000 di samping itu desa Banggle juga memiliki lahan perhutanan yang dikelola oleh pemerintah perhutani. Hal ini merupakan hasil kekayaan alam yang dimiliki desa Banggle yang menghasilkan kayu jati yang cukup besar untuk dimanfaatkan oleh warga.
Secara demografi jumlah penduduk keseluruhan mencapai 1052 jiwa, yaitu:
A. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yang meliputi : jumlah penduduk.laki-laki berjumlah 654 jiwa, jumlah penduduk Perempuan berjumlah 848 jiwa, dan jumlah penduduk berdasarkan KK berjumlah 512 jiwa.
B. Jumlah penduduk berdasarkan usia antara lain adalah: a usia 0 sampai dengan 12 tahun berjumlah : 24 jiwa, umur satu sampai dengan Lima tahun berjumlah : 145 jiwa, umur 5 sampai dengan 7 tahun berjumlah : 77 jiwa, umur 7 tahun sampai dengan 15 tahun berjumlah : 257 jiwa, umur 15 tahun sampai dengan 56 tahun berjumlah : 257 jiwa, dan umur 56 keatas berjumlah: 373 jiwa.
Dari perincian tersebut, masyarakat desa Banggle dari segi jumlah penduduk menunjukkan bahwa setiap tahun semakin bertambah

Gambar Peta Desa Banggle







B. SEJARAH DAN BUDAYA DESA BANGGLE
1. Sejarah Desa Banggle
Zaman dahulu, Banggle merupakan daerah kawasan hutan atau alas. Pada zaman kerajaan Majapahit daerah ini menjadi batas wilayah kerajaan Mataram yang ditandai dengan adanya batu prasasti yang berada di tengah alas Banggle yang belum dikatakan Banggle.
Nama Banggle muncul ketika datangnya seseorang Sosrobau (orang pertama yang Babat Desa). Beliau adalah orang yang babat desa tersebut. Semakin lama komunitas penduduk bertambah. Banggle merupakan tanaman yang dijadikan sebagai obat tradisional oleh warga setempat yang bisa mengobati segala penyakit. Tanaman tersebut dipercaya oleh warga sebagai tanaman yang sakti bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Desa tersebut diberi nama desa Banggle dengan alasan agar masyarakat sehat atau kuat, gagah perkasa jauh dari penyakit sehingga bisa hidup dengan baik, tentram dan yang memberi nama adalah Mbah Sosrobau.
2. Budaya Desa Banggle
Banggle merupakan salah satu desa yang mayoritas masyarakat masih kental dengan tradisi jawa yang turun temurun dari nenek moyang terdahulu yang menganut pemahaman agama hindu dan budha. Salah satu contoh pada masyarakat Jawa terutama yang masih menganut ilmu-ilmu kejawen, orang yang mempunyai anak tunggal yang mau dinikahkan harus melalui pewayangan atau dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Jika hal ini tidak dilaksanakan maka salah satu keluarga ada yang mati.
Dalam masyarakat Banggle sendiri, hal tersebut sudah mulai luntur seiring dengan kemajuan zaman, hanya satu budaya dan mitos yang sampai sekarang masih dipegang oleh masyarakat Banggle, di antaranya adalah


1. Sedekah Desa
Sedekah desa merupakan budaya masyarakat desa Banggle yang sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang yang dulu masih menganut kepercayaan agama hindu atau budha.
Di desa Banggle hanya terdapat dua bentuk tradisi. Tradisi ini disebut sedekah bumi yang dibarengi dengan kesenian tayuban. Acara sedekah bumi pertama kali diadakan sekitar tahun 1950. Tradisi ini biasanya dilakukan setiap setahun sekali untuk mensyukuri hasil panen masyarakat setempat. Panen tersebut meliputi hasil sawah seperti padi, jagung maupun tegalan yang meliputi palawija.
Proses sedekah bumi berawal di punden, bersama masyarakat untuk doa bersama. Lalu dibawa ke balai desa untuk disantap bersama-sama. Selain itu, punden yang berukuran ± 1,5m3 ini juga digunakan sebagai tempat orang meminta berkah ketika mempunyai hajatan. Dalam tradisi ini melibatkan beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, karang taruna dan masyarakat setempat. Tidak ada kepercayaan khusus pada sedekahan tersebut melainkan semua ini tidak lebih dari ungkapan perasaan syukur saja atas hasil bumi desa Banggle.
Acara sedekah bumi biasanya dimeriahkan oleh kesenian tayuban. Untuk mengadakan acara tayuban membutuhkan dana ± Rp5.000.000. Dana tersebut diperoleh dari iuran setiap keluarga sebesar Rp30.000. Kesenian tayub biasanya berjumlah 50 orang yang terdiri dari pemain jaranan, orkesan, dll. Apabila terdapat kekurangan financial dalam acara tersebut, panitia dapat mengambil dana dari kas kelurahan.
Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh masyarakat desa Banggle tetapi juga dihadiri oleh warga desa-desa tetangga. Acara tayuban dibagi menjadi dua gelombang, gelombang pertama untuk orang-orang tua yang dilaksanakan pada pukul 18.00 WIB. Sedangkan untuk gelombang ke dua dilaksanakan pada pukul 24.00 WIB yang dihadiri oleh mayoritas kalangan remaja.
Kesenian tayuban ini di bawah naungan RT dan RW setempat. Dalam kurun waktu lima tahun ini tidak ada perubahan yang signifikan terhadap tradisi dan kesenian tersebut.
Gambar Pohon Punden

2. Pesagem
Pesagem merupakan tradisi babat hutan yang dilaksanakan setelah musim panen. Hutan tersebut wilayah desa Banggle yang dikelola oleh pemerintah perhutani. Setelah panen, hutan akan ditanamai pohon jati yang dirawat oleh pemerintah perhutani. Tradisi tersebut dilakukan dengan ritual kerja bakti yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Pembersihan tersebut dilakukan oleh seluruh warga Banggle dilakukan dengan gotong royong mulai pagi pukul 07.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Masyarakat sangat antusias dengan kegiatan tersebut, lahan menjadi bersih dan indah dipandang.
Tradisi tersebut dirintis oleh sesepuh warga Banggle yang pada tahun 1758M, mempunyai pemahaman kejawen yang kemudian diberi nama Pesagem. Hal itu merupakan kerja bakti yang dilakukan sesuai panen jati. Ada salah satu mitos mengenai tradisi ini yang dianut oleh warga yang masih menganut pemahaman ilmu kejawen.
Pemahaman mitos tersebut mengenai pesagem adalah ritual yang harus dikerjakan dengan alasan (menungso urip onok ing lingkungan-lingkungan hakikate duwe kodam seng bakal njogo alam meniko lan neng manggon kudu dirawat kanti suko mondak. Komdam seng njogo alam meniko nesu lan ngamok nggarai musim paceklik musim seng wong podo ke leson) saking mbah Saniman.
Maksud dari ungkapan kata tersebut mengandung arti bahwa manusia hidup di lingkungan punya kewajiban merawat lingkungan sebab lingkungan (alam) yang di tempati pada dasarnya ada yang menjaga yaitu makhluk tuhan yang ghaib, jika alam tersebut tidak dijaga maka makhluk yang menjaga akan marah dan membuat kesuburan tanah akan hilang, sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami kemiskinan tidak ada sesuatu yang dimakan (kelaparan).
Hal tersebut dibuat pedoman oleh masyarakat Banggle yang masih menganut ilmu kejawen, maka dari itu masyarakat mempercayai kegiatan ritual pesagem wajib dilaksanakan setelah panen hutan (panen kayu) yang dilakukan secara gotong royong.

C. POLA PEREKONOMIAN MASYARAKAT DESA BANGGLE
Dalam hal perekonomian, Desa Banggle termasuk daerah yang menguntungkan. Ditinjau dari kondisi fisik daerahnya, Banggle terletak di dataran tinggi dan tanahnya subur. Mayoritas pekerjaan masyarakat Banggle adalah petani. Setiap pagi hingga sore mereka bekerja dengan giat. Ada beberapa tanaman yang mereka tanam, yaitu padi, jagung, cabe, dan tembakau. Hal ini dijadikan sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
Kegiatan bercocok tanam dilaksanakan sesuai jadwal musiman. Lahan pertanian masyarakat Banggle sangat luas. Di samping lahan sawah, terdapat pula perkebunan dan lahan perhutani sehingga sistem perekonomian masyarakat Desa Banggle sangat baik dan tetap stabil. Terdapat suatu kebanggaan masyarakat Banggle yaitu penduduk setempat sangat kreatif. Di samping mereka bekerja di sawah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, masyarakat tersebut berternak sapi, kambing, kerbau dan ayam untuk tambahan perekonomian seperti biaya pendidikan anak-anaknya.
Kalender musim masyarakat Desa Banggle Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut :

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
Musim Penghujan Kemarau
Curah Hujan Kering Tinggi Rendah Kering
Padi Tanam Panen
Raya Sedekah
Desa
Jagung Tanam Panen Tanam Panen
Tembakau Tanam Panen
Lombok Tanam Panen

Musim penghujan dimulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau dimulai pada bulan Juni sampai bulan September, curah hujan pada musim kemarau sangat rendah sekali, adapun ketika musim penghujan curah hujan ada yang tinggi dan ada yang rendah, seperti halnya pada bulan bulan Desember sampai bulan Februari dan bulan Maret sampai bulan Mei curah hujan rendah (hujan tidak begitu deras).
Masyarakat Banggle mulai bercocok tanam pada bulan Desember, di mana pada bulan tersebut curah hujan sangat tinggi yaitu sekitar 700 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 90 hari dengan rata-rata 28,30 mm/hari, hal ini sesuai dengan padi yang ditanam oleh masyarakat Desa Banggle, proses penanaman padi terjadi 1 tahun pada musim penghujan. Kebanyakan masyarakat disaat menanam padi diambilkan dari pekerja tani, tiap kelompok terdiri dari enam orang, dan enam orang ini tiap usai masa tandur (tanam padi) menerima upah/gaji sebesar Rp 700.000 dan hal itu terjadi hanya satu kali disebabakan musim yang terjadi.
Jenis padi yang biasa ditanam oleh masyarakat adalah padi serang, dan ini menjadi kebiasaannya masyarakat dalam menanam padi, hasil dari tanaman padi serang lumayan cukup besar, sebelum padi ditanam masyarakat mulai menampak selama satu bulan, agar padi bisa tumbuh dengan baik, masyarakat mulai melakukan perawatan padi selama dua bulan, yaitu pada bulan Januari dan bulan Februari, dari sini masyarakat mulai bekerja dengan giat untuk merawat padi yang biasanya terjadi gangguan-gangguan pada padi seperti hama, wereng, burung pemakan padi, penyakit padi dan lain-lain.
Dalam jangka dua minggu pasca penanaman, padi dipupuk dengan pupuk orea untuk lebih menguatkan akar batang padi, bersamaan dengan hal tersebut karena dalam sawah ada tumbuhan rumput, rumput tumbuh setelah penanaman padi berlangsung selama dua minggu. Masyarakat mulai mengadakan kegiatan Matun dengan cara membersihkan rumput disela-sela tanaman padi. Para petani melakukannya dengan dua cara yang sesuai dengan luas lahan yang mereka miliki. Jika luas lahannya mencapai 50m3, maka masyarakat cenderung mengambil pekerja tani yang terdiri dari enam orang yang masing-masing diberi upah Rp 15.000 per hari. Jika luasnya mencapai 10 Banon (5m²) maka petani melakukan matun sendiri.
Ketika padi sudah mencapai umur dua bulan dan padi sudah mulai mateng petani mulai memupuk dengan pupuk orea atau TS. Pupuk tersebut dimaksudkan untuk memperbanyak buah padi nantinya. Selanjutnya ketika padi memasuki usia tiga bulan, padi yang ditanam memasuki masa berbuah dan siap untuk dipanen.
Dalam proses panen, masyarakat Banggle cenderung menggunakan pekerja tani karena rata-rata luas lahannya mencapai 10 Banon dan mustahil kalau dikerjakan sendiri. Uniknya, setelah masyarakat menanan padi mereka mengadakan ritual sedekah desa yang diikuti oleh warga Banggle yang bertempat di Punden. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjaga harta bendanya agar tidak bangkrut dan tetap mendapatkan berkah. Hal ini dilakukan pada bulan Juni seusai panen padi.
Proses kegiatan ini dimulai dengan membuat tumpeng nasi yang dituangkan di atas tampah, diberi sesajen dan kemudian diantarkan ke pohon punden. Pohon tersebut merupakan pohon yang dikeramatkan, diberi pagar di sekelilingnya yang dijadikan sebagai ritual Nyadran atau sedekah desa. Masyarakat sangat antusias dengan kegiatan tersebut karena mempunyai makna yang mendalam dengan tujuan menjaga hartanya agar selalu mendapat berkah dan dapat dimakan tujuh turunan. Ritual tersebut diiringi dengan tarian-tarian tradisional Tayuban.
Tanaman jagung mulai ditanam pada bulan November yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Penanaman jagung terjadi dua kali dalam satu tahun. Umur jagung hampir sama dengan umur padi yaitu tiga bulan sudah panen. Tetapi ada perbedaan mengenai panen raya. Panen jagung terjadi dua kali dalam setahun, sedangkan padi hanya satu kali setahun.
Menurut pendapat Sumari (petani) bahwa panen jagung dan padi itu sebenarnya sama tetapi berbeda dengan hasil panennya. Jagung dua kali, padi satu kali dalam hitungan satu tahun.
Proses penanaman jagung diawali dengan pembelian bibit jagung yang unggul, di antaranya adalah Jagung Hibrida. Menurut warga jagung ini pada umumnya menghasilkan jagung yang berkualitas. Hal ini disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat desa Banggle yang diukur dengan kadar kemampuan pembelian bibit jagung. Tapi menurut pendapat Anom Suroto selaku Kasun Dusun Banggle pembelian bibit jagung pada umumnya seharga Rp 35.000-Rp 42.000/kg.
Mengenai proses perekonomian jagung sama halnya proses penanaman padi. Ada pembagian dua kelas, kelas pertama bagi yang lahan sawah cukup luas 10 m³/5 Banon, maka banyak mengambil pekerja kelompok tani yang terdiri dari enam orang. Per orang rata-rata dibayar Rp 35.000/hari selama proses penanaman. Pelubangan pada tanah digijek menggunakan alat pelubang yang pada umumnya oleh masyarakat Banggle disebut dengan alat Taju. Pelubangan tanah dilakukan dengan jarak tertentu agar pertumbuhannya baik dan optimal.
Setelah proses penanaman usai, petani jagung melakukan perawatan selama dua setengah bulan. Mulai pertengahan bulan November hingga bulan Januari. Perawatan tersebut dilakukan dengan baik, menggunakan obat-obat jagung agar jagung tumbuh dengan baik. Macam-macam obat tersebut adalah :
1. Orea rata-rata Rp 98.000
2. ZA rata-rata Rp 120.000
3. Ponska rata-rata Rp 150.000
Dalam hal ini disebut juga penyerbukan selama dua kali selama proses perawatan. Menurut pendapat Suyanto terkadang masyarakat desa ini resah di saat penanaman jagung tentang penyakit yang menimpa tanaman tersebut. Di antaranya adalah dimakan ulat, jagung mengalami penyakit pemutihan sehingga hasilnya tidak bisa berbuah. Selama ini petani berusaha untuk mengatasinya melalui perawatan secara maksimal sehingga untuk tanaman jagung di tahun-tahun ini mengalami peningkatan dengan baik. Tetapi hal itu dilakukan dengan kerja keras petani.
Setelah melewati perawatan, pada bulan Februari jagung telah berbuah dan petani memanen hasil jagungnya. Dalam proses memanen jagung, masyarakat desa mempunyai dua cara sesuai dengan luas lahan yang mereka miliki atau dengan kehendaknya. Proses tersebut yaitu proses memanen jagung dilakukan dengan cara meminta pekerja tani untuk membantu memanennya. Pemberian upah pekerja tani rata-rata Rp. 35.000/hari dan perorangan. Ada pula yang dikerjakan sekehendaknya sendiri dan tidak mengeluarkan biaya untuk memanennya. Setelah usai memanen petani merasakan akan hasil tanaman jagung.
Untuk penanaman tembakau dilakukan pada bulan Juni dan dipanen pada bulan Agustus sampai September. Hal ini sesuai dengan kalender musim penanaman tembakau yang dilakukan pada musim kemarau dengan curah hujan yang rendah. Tanaman ini tumbuh pada kondisi tanah yang kering. Tingkat kelembabannya kecil atau cukup kering. Penanamannya dilakukan setelah masa panen padi. Penanaman tembakau dilakukan dengan memulai pembelian bibit tembakau yang menurut bapak Anom Suroto bibit tersebut rata-rata mencapai harga Rp15.000-Rp30.000 tiap bungkusnya. Dengan cara pentraktoran lahan sawah. Hal ini dilakukan selama 1-2 hari dan tergantung dengan luas lahan sawah.
Tujuan dari pada pentraktoran agar tanah bisa merata, setelah tanah merata petani memulai melarik (pembuatan jalan air), serta penggujukan (pelubangan tanah dengan jarak 40 cm), memakai alat taju, tidak hanya itu cara penanaman tembakau akan tetapi disaat melubangi tanah ada pengecoran. Proses tersebut menggunakan pasir dicampur dengan air, ada pula yang dicampur dengan pupuk kandang, seusai hal itu dilakukan, baru bibit tembakau ditanam.
Pada usia 1 minggu, tembakau itu akan tumbuh dengan baik, diusia tersebut petani mulai melakukan perawatan hingga panen, dengan dimulai penyerbukan menggunakan pupuk orea dan pupuk TS, pemupukan ini dimaksudkan untuk menjaga kesuburan tembakau.
Menurut pendapat Sumari selaku warga Desa Banggle, pemupukan tersebut sangatlah penting agar tanaman tidak diserang hama dan tumbuh dengan baik. Mayoritas masyarakat tersebut menggunakan pupuk orea dengan harga rata-rata Rp98.000, pupuk TS seharga rata-rata Rp 95.000,- dan pupuk NPK seharga rata-rata Rp125 000 proses penanaman berlangsung selama kurang lebih 3 bulan.
Dan ketika masyarakat mengalami permasalahan pada tanaman tembakau seperti terserang hama ulat, maka tindakan para petani adalah dengan menyemprot atau mengobati dengan obat hama larvin seharga Rp7500,-. Panen pada tanam tembakau cukup besar ketika ada keberhasilan dalam menanam.
Pada waktu musim panen, tanaman tembakau mempunyai keuntungan besar sebesar Rp 3000/kg dan panen tidak hanya sekali namun hingga empat kali, karena panen tanaman tembakau berbeda dengan tanaman padi yang dilakukan satu kali panen oleh Banggle.
Hasil panen yang lahannya 100 banon atau 50 m³, rata-rata mendapatkan dua ton, harga perkilonya Rp 3000,- hal ini dirasakan masyarakat desa Banggle sampai saat ini.
Untuk penanaman lombok (cabe) dilakukan sama halnya penanaman tembakau yaitu pada musim kemarau dengan curah hujan yang rendah, hanya pada bulannya saja yang kali berbeda, penanaman lombok biasanya dilakukan masyarakat rata-rata bulan Mei dan panennya dilakukan dilakukan pada bulan Agustus. Kata Suyanto selaku warga desa Banggle bahwa proses penanaman dilakukan dengan cara pentraktoran tanah dengan tujuan supaya tanah bisa merata ke seluruh lahan sawah.
Setelah tanah merata, tanah tersebut dilarik dan dibuatkan jalan perairan serta dilubangi dengan jarak 40 cm, kemudian dicampuri pasir dan air dengan pupuk kandang, setelah itu para petani baru melakukan penanaman bibit cabe ke dalam lubang.
Pada usia 1 minggu, lombok (cabe) ini akan tumbuh baik, pada usia tersebut para petani mulai merawat dengan penyerbukan menggunakan pupuk orea dan pupuk TS sama halnya yang digunakan oleh tanaman tembakau. Hal ini dimaksudkan juga untuk menjaga kesuburan tanaman lombok (cabe), perawatan tersebut dilakukan selama tiga bulan, tidak hanya itu, para petani juga melakukan penyiraman di saat tanah gersang (kering) sekali.
Menginjak usia panen lombok berbuah, petani memanennya tidak hanya sekali tetapi lima hari sekali lombok tersebut dapat dipanen. Jika lahan tersebut mencapai 100 banon atau 50 m³, maka bisa juga satu kali panen menghasilkan tiga karung lombok dengan berat 30kg. Harga lombok naik turun, adakalanya Rp15.000/kg adakalanya Rp30.000/kg.
Penduduk Desa Banggle mempunyai hasil yang melimpah pada saat bulan-bulan panen. Di saat tidak musim panen, perekonomian penduduk setempat dibantu dengan peternakan hewan, di antaranya sapi, kerbau, kambing dan ayam. Di setiap rumah penduduk mempunyai 1-3 ekor sapi, 1-3 ekor kerbau, 1-5 ekor kambing dan 1-11 ekor ayam, sehingga penduduk setempat jika mengalami musim renggang, maka mereka dapat menjual hewan peternakan untuk biaya kebutuhan sehari-hari.

D. ALUR RELASI PEREKONOMIAN MASYARAKAT
Alur perekonomian masyarakat Banggle meliputi pemasaran ternak dan alur pemasaran pertanian.
a. Alur pemasaran peternakan
Masyarakat Banggle mempunyai 4 hewan yang dijadikan sebagai sumber perekonomian, meliputi :
1. Sapi 3. Kambing
2. Kerbau 4. Ayam
Dari empat hewan tersebut masyarakat mempunyai cara untuk mendistribusikan, sebagai mana tersebut dibawah ini.
1. Peternakan Sapi
Banggle merupakan komunitas daerah peternakan, yang setiap warganya hampir mempunyai peternakan sapi. Hal ini dapat dikalkulasikan tiap rumah rata-rata mempunyai tiga hingga empat ekor sapi, sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) keseluruhan desa Banggle sebanyak 512 KK, jadi dapat dihitung jumlah peternakan sapi di desa Banggle mencapai 1536-2048 ekor sapi. Hal ini sebagai penunjang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, biaya pendidikan anak sekolah maupun kebutuhan lainnya.
Pada saat sawah belum panen penduduk menggunakan hasil ternak sapinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya agar terpenuhi dengan baik. Dalam hal ini ada beberapa alur pemasaran yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Mayoritas pemasaran awal adalah melalui blantik, dari blantik memasarkan pada jagal dari jagal didistribusikan ke pasar dan dari pasar dikonsumsi oleh masyarakat Banggle.
2. Peternakan Kambing
Pemasaran hewan kambing 85% masyarakat mendistribusikan ke blantik. Hal ini merupakan cara yang mudah dilakukannnya, harga jualnya mencapai sekitar Rp 600.000/ekor. Dari blantik kemudian didistribusikan ke jagal dengan harga Rp625.000/ekor. Dengan laba Rp25.000 dari jagal kemudian didistribusikan ke pasar dengan harga Rp650.000 dan dari pasar dipasarkan ke warga Rp675.000. mereka mengambil keuntungan sama rata Rp25.000.
Selain itu ada yang mendistribusikan melalui blantik dengan harga Rp600.000 langsung didistribusikan Rp625.000, hal ini lebih murah dengan harga jual dibanding dengan harga alur yang pertama. Melalui alur pemasaran kambing tersebut dapat dilihat bahwa yang masih menjadi kuasa adalah penebas (blantik). Secara penelitian dapat dilihat dari dalam diagram alur masyarakat mendominasi ke blantik karena lebih mudah pemasarannya. Jika ada transaksi jual dan beli mereka juga melalui borek (penebas besar).
3. Peternakan Kerbau
Masyarakat Banggle mendistribusikan melalui blantik hampir 80% cara ini dilakukan oleh warga setempat. Di samping itu, biaya penjualannya cukup besar, praktis, mudah dijangkau masyarakat.
Harga pemasarannya juga mencapai Rp7.500.000/ekor, dari blantik kemudian dipasarkan melalui jagal, seharga Rp7.600.000 kemudian jagal mendistribusikan ke pasar dengan harga Rp7.650.000/ekor.

4. Peternakan Ayam
Masyarakat Banggle mempunyai kebiasaan, yaitu ketika memiliki banyak ayam dan apabila mereka ingin menjualnya, mereka menjualnya melalui rengkek karena rumah masyarakat dari pasar jauh. Masyarakat Banggle mengambil jalan yang termudah untuk menjual ayam mereka yaitu melalui rengkek.
Harga ayam rata-rata per ekornya adalah Rp45.000/ekor, dari rengkek kemudian didistribusikan ke pasar dengan harga Rp 50.000/ekor.
Keterangan :
1. Sapi  blantik  jagal  pasar  warga
2. Kambing  blantik  jagal pasar warga
3. Kambing  blantik  warga
4. Kerbau  blantik  jagal  pasar  warga
5. Ayam  rengkek  pasar  warga
 = menunjukkan hubungan sangat erat sekali.
Sedangkan pemasaran hasil tanaman sebagai berikut:
b. Alur Pemasaran Pertanian
1. Tanaman padi
Padi merupakan penghasilan pokok yang dijadikan sumber kehidupan masyarakat Banggle, setiap panen warga mempunyai cara untuk mendistribusikan yaitu melalui:
a. System a
Padi didistribusikan melalui sesama warga (tetangga). Hal ini adalah cara yang mudah dilakukan oleh para petani untuk memasarkannya, system ini ada 2 cara. yang pertama, saat panen padi ada kalanya padi masih berada disawah ada salah satu warga yang menebasnya. Yang kedua, pemasarannya melalui borek rata-rata dari borek kemudian didistribusikan ke penggilingan, dari penggilingan kemudian dipasarkan ke bulog.




b. System b
Padi didistribusikan kepada pembeli (tetangga) dari pembeli didistribusikan kepada borek, dari borek kemudian didistribusikan kepada penggilingan, sesudah dari penggilingan kemudian dipasarkan ke toko.
c. System c
Padi didistribusikan kepada pembeli (tetangga) dari pembeli didistribusikan kepada borek, dari borek kemudian didistribusikan kepada penggilingan, sesudah dari penggilingan kemudian dipasarkan ke warga.
d. System d
Padi didistribusikan kepada pembeli (tetangga) dari pembeli didistribusikan kepada borek, dari borek kemudian didistribusikan kepada penggilingan, dari pasar dikonsumsi oleh warga setempat berupa beras Rp6000/kg.
e. System e
Pemasaran padi adakalanya langsung melalui penebas kemudian dipasarkan memalui borek, dari borek kemudian didistribusikan kepada penggilingan dan langsung dimasukkan kelumbung.
2. Tanaman tembakau
Distribusi pada tanaman tembakau di desa banggle cukup baik, sehingga pemasarannya hingga pada pabrik Sampoerna. Pemasaran tembakau mempunyai beberapa cara.
Tembakau langsung didistribusikan kepada pembeli atau tembakau langsung kepada penebas atau lengsung menuju ke pengeringan tembakau, dari pengeringan tembakau langsung kepada pabrik tembakau.
 Tembakau  pembeli (warga)
 Tembakau  penebas
 Tembakau  pengeringan  pabrik tembakau
3. Tanaman jagung
Proses distribusi tanaman jagung diantaranya adalah langsung didistribusikan kepada warga atau tetangga. Ada juga yang didistribusikan melalui borek, dari borek didistribusikan ke pasar.

 Jagung  warga (tetangga)
 Jagung  borek  pasar
4. Tanaman cabe
Distribusi tanaman cabe, diantaranya adalah langsung didistribusikan kepada pembeli (warga), kemudian dari warga didistribusikan ke pasar.




E. PROFIL KEAGAMAAN DESA BANGGLE
Desa Banggle mempunyai empat tempat ibadah yang dijadikan pusat keagamaan, antara lain:
1. Masjid At-Taqwa
Masjid At-Taqwa pertama kali didirikan pada tahun 1965 dengan luas lahan 30m³ didirikan oleh Abdul Hamid. Bangunan ini sebelumnya adalah musholla yang berbentuk angkring (rumah panggung), dengan jamaah ± 67 orang dan setiap tahunnya jamaah semakin berkembang. Pada tahun 1990 mengingat jamaah semakin bertambah, sedangkan kondisi masjid terlalu sempit.
Pada akhirnya Abdul Hamid mempunyai pikiran untuk merombak atau mengubah musholla menjadi masjid, walaupun sudah menjadi masjid tetapi ketakmiran masih dipegang oleh Abdul Hamid. Dalam kurun lima tahun usia Abdul Hamid semakin tua sehingga kegiatan ketakmiran mulai diserahkan kepada putra beliau yaitu Abdul Hadjji.
Pada tahun 1996, Abdul Hamid meninggal dunia dan semua kepengurusan masjid At-Taqwa diserahkan kepada Abdul Hadjji. Ketika ketakmiran masjid dipegang oleh Abdul Hadjji kegiatan masjid terus berkembang, diantaranya adalah berdirinya jamaah yasin dan tahlil, jamaah istighosah, pengajian Al-Qur’an dan TPA. Kegiatan tersebut berkembang sangat pesat, dan jamaah semakin bertambah akan tetapi pada akhir tahun ini kegiatan tersebut mulai vakum. Jamaah kian berkurang, uniknya walaupun jumlah jamaah berkurang namun kegiatan tersebut tetap jalan.
2. Masjid Baiturrohmah LDII
Masjid LDII salah satu masjid yang beraliran LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Masjid tersebut didirikan pada tahun 1986 dengan menempati luas lahan 11x9 m³. Status masjid tersebut adalah wakaf dari ayah H. Sugito, pengurus takmir masjid saat ini
Sebelum meninggal dunia beliau mewasiatkan agar lahan tersebut diwakafkan untuk pembangunan masjid dengan tujuan untuk memperluas dan memperlancar dakwah bagi jamaah LDII.
Pembangunan masjid tersebut bersamaan dengan peresmian organisasi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) di desa banggle yang diresmikan oleh H. Sugito. Pada ssat itu jamaah LDII berjumlah ± 40 orang, masjid tersebut dihuni oleh jamaah LDII. Perjuangan H. Sugito sungguh mendapatkan keberhasilan, semua jamaah yang menganut faham ideologi LDII direkrut untuk meramaikan masjid.
Pada tahun 2009, masjid mengalami renovasi karena makin tahun jamaah semakin meningkat 50%, yaitu berjumlah 60 orang. Renovasi tersebut dilakukan secara gotong royong oleh jamaah LDII, keantusiasan warga menjadi penyemangat bagi H. Sigito untuk mengembangkan masjid tersebut.
Renovasi masjid tersebut dilakukan secara gotong royong dengan jumlah ± 25 orang dengan memakan biaya Rp34.576.000. masjid kian bertambah baik, di samping kegiatan jamaah sholat 5 waktu, H. Sugito juga membuka pangajian sebagai penunjang kegiatan masjid, di antara kegiatan tersebut adalah pengajian TPA yang diikuti 30 santri, pengajian remaja ± 26 orang, mengkaji Ilmu Tafsir Al-qur’an setelah sholat maghrib. Seusai sholat isya’ ada pengajian untuk orang tua yang membahas mengenai persyaratan iman dan pengukuhan ideologi LDII yang diikuti oleh 45 orang.
Selain itu terdapat kegiatan-kegiatan LDII di luar kegiatan rutin, yaitu memperluas jaringan dakwah LDII, kegiatan tersebut dilakukan di luar desa Banggle yaitu di kecamatan Lengkong dan di kecamatan Kertosono, di tingkat kabupaten Nganjuk yang rutin dilaksanakan setiap 4 bulan sekali terkadang juga 6 bulan sekali yang dipimpin oleh H. Sugito.
Kondisi sosial faham LDII dengan NU serta masyarakat Banggle secara umum sangat erat sekali, meskipun sering berbeda pendapat mengenai penafsiran Al-qur’an dan Al-hadits, mereka saling mentoleransi. Keadaan organisasi LDII secara internal juga sangat baik, susunan ketakmiran LDII mulai dibentuk pada tahun 2005 yang tetap dipegang oleh H. Sugito, untuk susunan takmir masjid tahun ini adalah sebagai berikut:
Ketua : H. Sugito
Sekretaris : Tasribin
Bendahara : Paridin
Walaupun kepengurusan tersebut sederhana, tapi kepengurusan tersbut sampai sekarang masih berjalan dengan baik.
3. Masjid Al-Ihlas
Masjid Al-ihlas berdiri pada tahun 1996, pembangunan diprakarsai oleh Suwito selaku tokoh agama, dengan luas lahan 30 m³, Tanah tersebut merupakan tanah desa yang diwakafkan untuk pembangunan masjid, masjid tersebut terletak di dusun pule desa banggle. Pembangunan tersebut didasarkan atas inisiatif masyarakat karena pada waktu itu masjid terlalu jauh dari warga dan jalan masih becek dan belum beraspal, dan kegiatan pembelajaran Al-qur’an belum ada tempat, hal ini menyebabkat munculnya gagasan dari masyarakat untuk membangun masjid. Dana pembangunan masjid dari swadaya masyarakat dan donatur hingga terkumpul dana Rp28.565.000.
Masjid tersebut berkembang pesat dengan jumlah jamaah ± 80 orang. Pada tahun 2009 baru telaksana pembangunan tempat wudlu yang sebelumnya belum dibangun, dengan mengumpulkan uang jariyah setiap bulan Rp120.000.
Masjid tersebut dulunya berkembang pesat namun akhir-akhir ini mengalami penurunan 10% hingga masyarakat membentuk ketakmiran, supaya hidup kembali. Adapun susunan takmir masjid sebagai berikut:
Ketua : Suroso
Sekretaris : Sardi
Bendahara : Pardi
Walaupun mengalami penurunan jamaah takmir masjid berupaya untuk mengembalikan semangat jamaah untuk beribadah di masjid.



4. Musholla Baiturrohim
Salah satu kebanggaan masyarakat Banggle di samping memiliki masjid, desa Banggle juga mempunyai musholla. Musholla Baiturrohim terletak di RT03 RW 02 desa Banggle yang didirikan pada tahun 2006 dengan luas lahan 6x5m², musholla tersebut didirikan oleh Supriyono seseorang yang dituakan oleh warga RT03 dengan lahan milik pribadi namun sudah dimanfaatkan untuk kepentingan umum, tetapi masih menuggu perbaikan fasilitas seperti tampat wudlu dan perluasan bangunan musholla sehingga memudahkan masyarakat untuk mengelolahnya.
Pembangunan musholla tersebut terlaksana karena dorongan dari masyarakat setempat dengan tujuan penyebaran agama Islam agar semakin meluas. Pembangunan musholla dilakukan dengan gotong royong yang dindingnya terbuat dari tembok, lantainya berupa tanah dan atapnya asbes. Pembangunan musholla memakan biaya ± Rp25.000.000. Pembangunan dilakukan selama satu bulan. Pada tahun 2007 genap satu tahun dengan adanya dana dari jamaah Rp15.000.000, musholla mengalami renovasi atap dan lantai yang semula tanah diganti dengan kramik.
Ketika musholla sudah berdiri, banyak masyarakat setempat yang sholat berjamaah di musholla tersebut, dengan jumlah jamaah ± 50 orang. Pada tahun 2007 musholla mengalami peningkatan dengan kehadiran remaja-remaja ± 30 orang yang ingin menghidupkan musholla dengan baik, dengan mambuat kegiatan bersama Ust. Supriyono, di antaranya kegiatan istighosah, jamaah yasin, tahlil, dan khotmil Qur’an Kegiatan tersebut mengiringi kemajuan musholla Baiturrohim.
Macam-macam kegiatan musholla, di antaranya adalah:
• Kegiatan istighosah
Kegiatan ini dilakukan pada hari kamis malam jum’at legi dan malam jum’at kliwon pada pukul 21.00 WIB. Kegiatan ini dihadiri oleh pemuda setempat yang berjumlah ± 30 orang, para pemuda sangat antusias dengan kegiatan ini karena di samping ada khotmil Qur’an dan istighotsah, mereka juga dibekali dengan ilmu kebatinan.
Manejemen musholla masjid dipegang oleh Ustad Supriono karena masyarakat mempercayainya sebagai orang yang faham ilmu agama.
Di akhir-akhir ini jumlah jamaah mengalami penurunan karena banyak warga yang mulai disibukkan dengan kegiatannnya seperti ke sawah. Kegiatan tersebut membuat warga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan.
Meneropong Kegiatan Keagamaan di Desa Banggle
Masyarakat Banggle mayoritas beragama Islam, di samping mereka masih menjaga dan menjalankan ritual kebudayaan, mereka juga melaksanakan ritual keagamaan di antaranya adalah
1. Kegiatan fida’an
Kegiatan tersebut dilaksanakan ketika ada orang meninggal dunia dan dilakukan selama tujuh hari berturut-turut. Hal ini menjadi tradisi bagi masyarakat Banggle. Ritual tersebut dilaksanakan dengan tujuan supaya arwah almarhum diterima di sisi Allah.
Kegiatan fida’an dihadiri oleh warga Banggle sendiri. Jumlah undangan tergantung pada keluarga almarhum. Ritualnya adalah membaca surat Al-Ikhlas sebanyak-banyaknya ± 10.000 kali dalam waktu satu jam yang ditandai dengan batu kerikil. Jika dalam waktu satu jam para undangan belum menyelesaikan 10.000 surat Al-Ikhlas, maka akan diselesaikan oleh pihak keluarga almarhum atau bapak mudin.
Alur sejarah kegiatan tersebut dimulai pada masa Mbah Abdul Hamid (ayah Bapak Hajji) sekitar tahun 1876 yang dipimpin oleh Mbah Abdul Hamid sendiri. Beliau adalah tokoh agama Banggle yang lahir di desa Banggle. Mbah Abdul Hamid memperjuangkan keagamaan di Banggle ini dengan mendirikan musholla yang kemudian berubah menjadi masjid hingga mendirikan kegiatan-kegiatan keagamaan di antaranya fida’an ini. Kegiatan fida’an masih berjalan hingga sekarang.
2. Kegiatan Khotmil Qur’an
Khotmil Qur’an merupakan salah satu kegiatan rutian masyarakat Banggle yang diadakan pada hari kamis pahing dan pada malam harinya akan ditutup dengan kegiatan istighosah. Kegiatan ini diadakan oleh ta’mir masjid dengan upaya agar siar agama Islam berjalan dengan baik dan Al-Qur’an tidak diabaikan oleh masyarakat Banggle. Kegiatan ini dilakukan secara bergilir dengan menggunakan pengeras suara. Pada pagi hari dilakukan oleh jama’ah putri yang berjumlah ± 10 orang dan dilanjutkan setelah sholat dzuhur yang dilakukan oleh orang laki-laki ± 6 orang. Kegiatan ini berdiri pada tahun 1965 seiring dengan berdirinya masjid At-Taqwa yang dirintis oleh Mbah Abdul Hamid yang sekarang diteruskan oleh Bapak Abdul Hajji.
3. Kegiatan istighosah
Istighosah merupakan rangkaian kegiatan keagamaan masjid At-Taqwa dan musholla Baiturrohim di desa Banggle. Kegiatan tersebut dilakukan setelah khotmil qur’an pada hari kamis malam jum’at legi pada pukul 19.30 WIB sampai 21.00 WIB yang dihadiri oleh ± 30 orang.
Ritual kegiatan tersebut diisi dengan bacaan istighosah, yasin dan tahlil yang ditujukan kepada almarhum atau almarhumah keluarga yang sudah wafat. Masyarakat sangat antusias dengan kegiatan ini yang dipimpin oleh Bapak Hajji. Terdapat keunikan dalam kegiatan ini, jama’ah yang menghadiri istighosah membawa infaq dan blangko (kertas sumbangan) yang disumbangkan ke masjid. Istighosah ini dimulai sejak pergantian kepengurusan masjid yang dulunya dipimpin oleh Mbah Abdul Hamid.
Pada tahun 1996, kegiatan istighosah diikuti oleh jama’ah masjid sekitar tujuh orang. Kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2007 mengalami perkembangan yang pesat hingga 75% yaitu sekitar 20 orang jama’ah. Pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi 85% yaitu sekitar 40 orang dan pada tahun 2010 mengalami penurunan 10% menjadi sekitar 30 orang sampai sekarang.
Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam
PHBI merupakan kegiatan umat Islam yang tidak dilupakan oleh masyarakat Banggle yang diadakan setiap memperingati hari-hari yang bersejarah bagi umat Islam, di antaranya:
a. Peringatan Maulid Nabi (Mauludan)
b. Peringatan Isro’ Mi’roj (Rejeban)
c. Peringatan Nifsu Sya’ban (Ruahan)
Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan sejak penyebaran agama Islam di Banggle, tahun 1967, dipimpin oleh Abdul Hamid ayah dari Abdul Hajji. Hal ini merupakan tradisi bagi golongan Nahdhiyah yang dianut warga setempat. Awalnya kegiatan tersebut dilakukan di masjid At- Taqwa dengan jumlah jama’ah sekitar 50 orang. Kemudian, pada tahun 2003 kegiatan tersebut mengalami penurunan. Penyebabnya adalah kurangnya rasa percaya diri bagi warga yang merasa agama Islamnya kurang kuat (Islam Abangan).
Pada tahun 2004, kegiatan tersebut diadakan secara umum, berlokasi di rumah kepala desa Banggle, sehingga kegiatan tersebut semarak kembali. Prosesi ritual kegiatan tersebut salah satunya dengan membawa nasi bakul dari rumah. Niatnya adalah syukuran dan do’a bersama. Kegiatan itu dipimpin langsung oleh Bpk. Abdul Hajji selaku Mudin desa Banggle yang pada acara puncaknya, Beliau memberikan nasihat (wejangan) tentang ajaran Islam pada warga. Dengan adanya kegiatan tersebut jumlah jama’ah bertambah menjadi 75 orang tanpa membedakan jama’ah yang anak, yaitu :aktif maupun yang tidak aktif.
Selain kegiatan keagamaan di atas, Banggle juga terdapat kegiatan PHBN (Peringatan Hari Besar Nasional). Kegiatan ini biasanya dilakukan menjelang peringatan HUT RI di bulan Agustus. Isi dari kegiatan tersebut meliputi lomba-lomba kebersihan lingkungan, lomba anak-anak, lomba olah raga, lomba masak, dan lain-lain yang dikoordinir oleh aparat desa setempat.

F. MENJELAJAH PENDIDIKAN DI DESA BANGGLE
Di zaman modernisasi sekarang ini, pendidikan sangatlah penting untuk kehidupan semua orang baik itu orang desa maupun orang kota, begitu pula bagi masyarakat Banggle. Untuk mewujudkan hal itu, di Banggle terdapat dua sekolah yang menjadi pusat pendidikan bagi anak-
1. Pendidikan tingkat kanak-kanak (TK PERTIWI
TK Pertiwi didirikan pada tahun 1985, dengan jumlah murid ± 30 siswa. Tk ini berdiri atas usulan dari warga sendiri. TK ini berbentuk yayasan yang dipimpin oleh Kepala Desa. pada tahun 2001 ada dua guru yang mengajar di TK tersebut yaitu Ibu Sugiharti dan Ibu Proboyati. Untuk menjadi guru di TK Pertiwi tidak perlu ijazah mengajar cukup dengan hanya meminta izin kepada Kepala Desa. Ibu Sugiharti merupakan Kepal Sekolah di TK Pertiwi, yang sekarang ini masih melanjutkan kuliah semester V di IKIP Nganjuk. Sedangkan ibu Proboyati hanyalah lulsan SMA yang mengabdikan dirinya di TK tersebut.
TK Pertiwi merupakan satu- satunya sekolahan TK yang berada dikawasan di Desa Banggle dengan luas lahan 45m³. TK tersebut berada di naungan yayasan milik bapak Tarminto selaku Kepala Desa dan bapak Supaman selaku komite.
Pada tahun 2009 TK tersebut mengalami peningkatan sebanyak 40 siswa. Mengenai biaya pendidikan para siswa dikenakan iuaran sekolah sebesar Rp10.000 tiap bulannya. Biaya tersebut digunkan untuk pembelian majalah wawasan murid TK sebesar Rp3500/siswa, dan Rp500 untuk kas Desa. Sedangkan sisanya untuk biaya operasional TK. Gaji guru di TK Pertiwi diambilkan dari kas desa sebesar Rp25.000. Bangunan dan fasilitas di TK Pertiwi merupakan bantuan dari anggaran PNPM Mandiri sebesar Rp14.000.000. Dana tersebut dibuat untuk mendirikan bangunan dan sarana dan prasarana TK. Sedangkan permainan serta sarana penunjang belajar disumbang oleh Ikatan Dokter Anak. Selain bantuan itu tidak ada lagi yang memberikan bantuan untuk TK tersebut. Ketua yayasan tersebut sempat mengajukan proposal ke DIKNAS Kabupante Nganjuk tetapi tidak adanya respon DIKNAS tersebut.
TK Pertiwi adalah satu-satunya TK di Banggle, meskipun tergolong kecil namun prestasi murid-murid di TK tersebut tidak kalah dengan TK lainnya, terbukti banyaknya penghargaan yang diperoleh oleh murid di TK Pertiwi. Seperti Juara I lomba melempar kantong pasir dan Juara II lomba melempar peluru sekecamatan lengkong.
2. Pendidikan Sekolah Dasar
SDN Ketandan IV berdiri pada tahun 1983. Tanah seluas 1658,25m2 adalah tanah milik negara yang dipergunakan sebagai sarana pendidikan dasar di desa Banggle yang dahulunya ikut desa Ketandan. Infrastruktur di SDN Ketandan IV terdiri dari dua gedung besar dan lapangan. Dua gedung besar terdiri dari enam kelas, satu kantor, dua kamar mandi dan satu kantin beserta ruang petugas kebersihan.
Sejak berdiri tahun 1983, SDN Ketandan hanya melakukan renovasi satu kali pada tahun 2003. Dana perbaikan bangunan tersebut didapatkan pihak sekolah dari dana BOP (Badan Operasional Pendidikan) sebesar Rp. 50 juta. Jumlah SDM pendidik berjumlah 11 orang yang dua diantaranya adalah guru sukuhan (guru bantuan dari sekolah atau lembaga lain). Guru sukuhan tidak diambil dengan sembarangan melainkan sesuai dengan ijazah.
Luas tanah SDN Ketandan IV adalah 1658,25m2 dengan luas bangunan timur 242,3m2 dengan panjang 26,20m dan lebar 9,25m. untuk luas bangunan sebelah utara 127,3m2 dengan panjang 23,5m dan lebar 9,25m. Sedangkan luas kantor 58m2. NIS (Nomor Induk Sekolah) SDN Ketandan IV adalah 100250 sedangkan NSS (Nomor Statistik Sekolah) adalah 101051413023.
Kelembagaan pendidikan di SDN Ketandan IV didominasi oleh masyarakat. Hal itu dapat terlihat dari struktur organisasi komite sekolah yang diantara anggota oragnisasi tersebut adalah masyarakat.
SDM pendidik yang berada di SDN Ketandan IV adalah lulusan sarjana yang berkualitas. Dari 11 tenaga pengajar 8 orang diantaranya adalah PNS, satu orang guru mempunyai sertifikasi pendidik yang sekarang menjabat sebagai kepala sekolah yaitu Pak Sujono, A,Ma.Pd. Berikut adalah rincian tugas mengajar guru SDN Ketandan IV
hanya mempunyai dua tempat pendidikan TK dan SD. Untuk SLTP/MTS dan SMA /MA terdapat di lengkong sedangkan untuk Perguruan Tinggi hanya ada di kota Nganjuk. Selain pendidikan formal, Banggle juga mempunyai pendidikan non formal yaitu TPA dan Madrasah Diniyah. Di antaranya:
1) TPA al – Hikmah
TPA al-Hikmah berdiri pada tahun 1986 yang didirikan oleh mbah Abdul Hajji dengan jumlah santri ± 15 santri. Sistem pengajarannya menggunakan metode pondok pesantren. Kegiatan tersebut bertempat di masjid At- Taqwa dan didukung oleh masyarakat setempat, dengan kondisi yang sederhana kegiatan tersebut berjalan dengan baik. Pada tahun 2006 TPA mulai berkembang dengan baik, santri mulai banyak dan gurunya juga mulai bertambah. Jumlah santri pada tahun 2006 sebanyak ± 65 santri dan gurunya berjumlah 8 orang. Pada tahun itulah pengajaran mulai berkembang dengan baik dengan menggunakan metode An-nadhiyah yang didiklat dari Tulung Agung pada tahun2009/2010. Jumlah santri mengalami kemajuan yang semakin pesat jumlahnya mencapai 100 santri dan jumlah gurunya ± 13 orang. Kegiatannya juga semakin berkualitas dengan sistem pengajarannnya dan ditambah ilmu keagamaan yang mendukung pembelajaran santri seperti: ilmu tajwid, hafalan doa-doa, hafalan surat-surat pendek, ibadah amaliyah dll. Sehingga santri memiliki wawasan yang luas tentang ilmu agama Islam.
2) TPA LDII
Banggle juga mempunyai lembaga pendidikan yang dinaungi oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia ( LDII ). Kegiatan tersebut diselanggarakan di masjid Baiturrahman sebagi salah satu kegiatan keagamaan bagi aliran LDII. Kegiatan tersebut berdiri pada tahun 1986 yang diawali dengan pengajian orang dewasa, yang dipimpin oleh bapak Sugito selaku tokoh agama LDII. Jumlah santrinya yakni 30 orang dengan penjadwalan sebagi berikut:
a. Kegiatan TPA mulai pukul 16.30 – 17.30 WIB
b. Pengajian bagi remaja pukul 18.00 – 19.00 WIB
c. Pengajian orang dewasa pukul 19.30 – 21.00 WIB
Pokok-pokok yang diajarkan oleh LDII Banggle adalah pembelajaran Al-qur’an , terjemah serta penafsirannya, pendidikan Agama Islam dan penguatan iman. Pada akhir tahun 2005 kegiatan ini mengalami penurunan sebesar 5%.
3) TPA al – Ikhlas
TPA al – Ihlas berdiri pada tahun 1994 yang bertempat di rumah tokoh agama, sebelum masjid dibangun. TPA ini merupakan sarana syiar agama Islam dengan jumlah santri ± 65 santri yang diasuh olehnya.
Santri berkembang dengan pesat namun pada tahun 2009 santri mengalami kemerosotan besar, dikarenakan perkembangan zaman. Arus globalisasi melanda dan para wali santri enggan untuk menasihatinya sehingga kegiatan santri mulai vakum. Jumlah santri menyusut 45% pada tahun 2010. Jumlah santri terbanyak 40 santri sehingga perlu adanya tindakan yang dapat mengembangkan TPA kembali maju.
4) Madrasah Diniyah
Madrasah diniyah merupakan salah satu pendidikan yang berbasis pesantren, hal ini merupakan salah satu bagian dari syiar Islam melalui pendidikan keagamaan. Madrasah diniyah didirikan pada tahun 1999 oleh mbah Abdul Hajji selaku mudin desa Banggle.dengan jumlah santri 25 anak dan 5 ustadz yang sebelumnya melakukan penataran guru diniyah di kecamatan Lengkong. Karena ustadz tersebut mempunyai kegiatan FKU (forum kegiatan ustadz) yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Di antara lima ustadz tersebut adalah Mbah Abdul Hajji, Ustadz Handoko, Ustadzah Indayati, Ustadz Taqim dan Ustadz Supriyono. Mata pelajaran yang diajarkan adalah Al-qur’an dan materi penunjang seperti tajwid dan fiqih. Para santri rata-rata berumur 10-13 tahun yang sudah mampu menerima materi sesuai dengan target sistem pengajarannya. Pada tahun 2010 jumlah santri mengalami penurunan 30% yang jumlah mulanya 25 santri menjadi 10 santri.

G. MENGANALISA KESEHATAN MASYARAKAT DESA BANGGLE
Masyarakat Desa bangle merupakan Masyrakat yang lebih beruntung, karena kepedulian pemerintah sangat begitu besar. Setiap satu Minggu Sekali pada Hari Minggu Perangkat Desa Mengadakan Imunisasi pada Balita, agar tidak teserang Penyakit., dan selain itu Pemerintah khususnya perangkat Desa Juga Mengadakan Program KB.Agar pertumbuhan jumlah penduduk stabil.
Dalam Desa Tersebut Terdapat Puskesmas terdekat yang berfungsi untuk kepentingan Masyarakat, pengobatanya juga cukup Murah kalu pagi hari mulai pukul 07.00 – 12 WIB. Pengobatan Gratis. Hal ini bertujuan untuk membantu dan menjaga kesehatan Masyakat Desa Banggle.
BAB II
MENGANALISA PERSOALAN MASYARAKAT BANGGLE
A. MENGURAI DERITA MASYARAKAT BANGGLE
Manusia dikatakan makhluk sosial, karena saling membutuhkan. Manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain dengan apa yang dibutuhkanya. Hal ini menjadi pijakan masyarakat Desa Banggle. Namun dalam kehidupan pasti ada masalah, dengan adanya permasalahan manusia bisa belajar dari kehidupan. Seperti halnya yang dirasakan Masyarakat Desa Banggle. Khususnya para remaja mereka cenderung untuk memilih pekerjaan di luar, dari pada bekerja di dalam Desa sendiri. Sehingga secara kuantitas jumlah para remaja desa Banggle banyak mengalami penurunan karena Urbanisasi. Secara ilmiah Remaja Desa Banggle lebih mengarah kepada sifat pragmatis, suatu sifat, yang menyatakan seseorang lebih cenderung bersifat praktis,dalam berkehidupan. Munculnya sifat Seperti ini yang menjadi penyebab Utama adealah:
a. Minimnya Pengetahuan Agama.
Pengetahuan agama merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan Manusia. Tanpa Hal ini, manusia tidak akan terdorong untuk melakukan kebaikan dan tidak akan bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk, seperti yang dialami kaum Remaja Desa Banggle, sehingga Mereka Lebih Senang Mementingkan pekerjaan dari pada melaksanakan kewajban sebagai orang islam dan sebagai warga Banggle, Mereka lebih senang dengan gaya hidup di lingkungan perkotaan karena tergiur dengan hal –hal yang mewah, gaji yang besar dan kerja yang praktis. Secara penelitian, Desa Banggle Mayoritas agama yang dipeluk Masyarakat desa Banggle adalah islam namun pengetahuan keagamaan mereka Masih sangat kurang, atau disebut juga dengan islam KTP. Masyarakat didominasi oleh kelompok Muslim abangan dengan Prosentase 70% dari seluruh Masyarakat desa Banggle. Sedangkan 30% Menganut Muslim taat. adapun Muslim taat di desa Banggle ini terbagi Menjadi dua Yaitu 25% Muslim taat yang beraliran Nahdotul Ulama (NU) dan 5% Muslim taat yang beraliran LDII ( Lembaga dakwah Islam Indonesia).
Dari Risect tersebut Sangatlah wajar bahwa kegiatan keagamaan seperti sholat, pengajian, dsb. Cenderung menurun disebabkan karena banyak muslim yang minim pengetahuaan agama. Menurit Pendapat Syamsuri, dampak tersebut sangat terasa pada aspek kesadaran untuk melakukan peribadatan keagamaan dan keagamaan. Masyarakat tidak seberapa peduli dengan hal tersebut karena Mereka lebih mementingkan pekerjaanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga lupa akan kewajiban terhadap tuhanya.
Pada dasarnya Secara garis besar Desa Banggle terdiri atas Tiga kelompok agama islam, yaitu Kelompok Muslim taat, Muslim abangan, dan Muslim Kejawen. Muslim taat adalah Muslim yang mengerti pengetahuan agama dan dapat melaksanakan apa yang menjadi tugasnya sebagai orang muslim. Jenis Karakter Muslim taat Tentu saja yang Rajin beribadah di Masjid atau Musholla setempat, terutama untuk melakukan sholat berjamaah rutin. Selain itu ketika hari - hari besar islam tiba, jenis kelompok inilah yang berpartisipasiaktif menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Muslim taat di desa Banggle di pengaruhi oleh Modin yaitu mbah abdul Hadji ,beliau adalah orang yang di tuakan oleh Masyarakat setempat dan dijadikan panutannya. Selain itu, desa Banggle juga terdapat muslim taaat yang beraliran LDII, mereka juga dipengaruhi oleh saah satu imam yang menjadi panutanya yaitu Ust.Sugito.
Meskipun demikian, hal ini tidak berpengaruh besar terhadap Masyarakat desa Banggle.karena Modin atau kyai di Desa Banggle hanya berperan sebagai seseorang yang bisa memimpin doa sekaligus imam dalam sholat maupun dalam kegiatan ritual keagamaan Masyarakat seperti: yasinan, tahlilan, tasyakuran, fidaan,dan lain sebagainya. Hal ini sangat bertentangan dengan Keadaan sebenarnya, yang seharusnya sosok Modin adalah tokoh yang seharusnya Mampu menjadi imam tdak hanya sholat melainkan seharusnya mampu berdakwah membangun jiwa masyarakat mengarahkan mereka untuk bersikap yang baik dan tidak mempercayai hal hal yang bersikap Mistis. Sehingga masyarakat cenderung berfikir kepada Allah yang menciptakanya. Salah satu contoh Kegiatan nyadran mereka percaya dengan Roh - Roh yang menjadi kodam pada alam desa Banggle.untuk dimintai kesejahteraan hidup.
Tokoh Masyarakat dengan Muslim taat di Desa Banggle saling mempengaruhi satu sama lain. Meskipun demikian hubungan keduanya tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan jumlah Muslim sedikit dari pada muslim kejawen dan Muslim abangan. Dan tokoh Masyarakat secara aktif mempengaruhi Muslim kejawen dan Muslim abangan.sehingga tokoh masyarakat kebiasaan lebih cenderung ke hal - hal yang dilakukan oleh muslim kejawen dan muslim abangan dari pada muslim taat.
Muslim abangan adalah bisa juga dikataka islam KTP, mereka berikrar agama islam tapi masih awam belum mengerti ilmu tentang agama islam itu sendiri dan hamper tidak pernah melaksanakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt. Sedangkan Muslim Kejawen adalah Masyarakat yang resmi beragama islam, namun yang dianut bukan murni islam sebagaimana yang dianut oleh muslim taat, melainkan agama islam yang didalamnya masih mempercayai falsafah jawa. Yang sampai sekarang masih melekat padanya. Kelompok ini cenderung aktif pada ritual ritual jawa seperti nyadran, dan percaya kepada dukun. Dari pada menghidupkan kegiatan keagamaan islam seperti kegiatan masjid, yasin, tahlil dan pengajian.
Muslim abangan dan muslim kejawen alur kecenderungannya sama , yaitu sama- sama berpengaruh kepada dukun dan hal - hal Mistis. Hal ini disebabkan pengetauan agama islam yang murni kurang memadai bagi masyarakat Banggle.
Perangkat Desa yaitu seperti lurah, kepala Dusun carek dan lain sebagainya. Secara umum mereka sangat berpengaruh terhadap keadaan warga. Secara agama masih kurang hal I ini di sebabkan sebagian perangkat desa masih menganut islam kejawen. Sehingga kecenderungan kegiatan mengarah kepada kegiatan yang bersifat umum.
Dengan demikian ada Tujuh entitas relasi kuasa dan kelompok masyarakat. Diantaranya Tujuh entitas tersebut adalah tokoh Masyarakat, perangkat Desa, Kyai atau Modin, Muslim taat, Muslim abangan, Muslim kejawen dan Dukun. tokoh Masyarakat Merupakan entitas yang paling berpengaruh dalam masyarakat, karena dalam kenyataanya tokoh masyarakatlah yang memiliki pengaruh yang paling besar dalam kegiatan sosial dan keagamaan.








Gambar : Diagram Alur Keagamaan












Secara Entetitas dapat di gambarkan dalam diagram ven













b. SDM belum memadai.
Pengembanga Sumberdaya Manusia di rasa sangatlah perlu untuk membentuk kualitas Masyarakat yang Sejahtera Dapat mengembangkan Desa tersebut Menjadi Desa yang dapat memproduksi dan mengekspor kekayaan alam sehingga Masyarakat tidak cenderung untuk memilih hidup yang pragmatis dilingkungan perkotaan. Tapi hal ini kurang dirasa Bagi Masyarakat Banggle. Kenyataanya mereka kurang memperhatian pendidikan teutama bagi kaum Remaja yang lebih suka merantau Mencari kehidupan yang pragtis buka Walaupun disana, pulang Bawah uang Banyak. Pada hal kalau mereka bisa Berfikir lebih dalam, mereka adalah Rapan Banggsa, yang Menjadi generasi untuk kemajuan Desanya. Hal ini dapat dikatakan ilmu pengetahuan masih belum seberapa sehingga tidak bisa berfikir bagaimana Mengembangkan Desanya lebih Maju lagi. Dengan Mengelolah Potensi desa untuk kesejahteraan Masyarakat.
c. Kehidupan dengan Ekonomi yang Pas – Pasan
Masyarakat Desa Banggle pada umumnya mengenai kebutuhan Pokok setiap harinya adalah pas – pasa, sesuai dengan pendapatan kerja mereka. Kalau pendapatan kerja mereka tidak seberapa, maka untuk memenuhu kebutuhan pokoknya itu secukupnya. Yaitu Hanya makan tiap hari tahu tempe saja. hal ini dapat teridentifikasi memalui pengamatan survey belanja harian warga. Keinginan Masyarakat Desa Banggle adalah bagaimana kebutuhan pokok itu terpenuhi dengan baik. Dengan takaran 4 sehat 5 sempurna. Mereka menginginkan gizi yang baik. Sehingga mereka memilih dari pada hidup seperti ini terus rasanya membosankan. Mereka ingin mencari suasana kehidupan baru, dengan memilih hidup yang praktis di lingkungan Perkotaan. Hal tersebut, Mengakibatkan:
a. Hilangnya Generasi Desa
Kemakmuaran Desa, Merupakan hal yang diinginkan oleh setiap manusia yang menjadi warga dalam desa tersebut.akan tetapi dengan Menghilangya para remaja yang melaukan urbanisasi karena faktor mencari kerja yang penghasilanya cukup besar dari pada kerja dalam Desa Tersebut. Hal ini mengakibatkan tidak ada generasi untuk mengembangkan desa, sehingga kegiatan Remaja Masjid Vakum. Kegiatan Karang taruna Mulai menurun.

b. Menurunya Jumlah Pendidikan Desa Banggle.
Pendidikan di Desa Banggle ahir – ahir ini Juga Mengalami Penurunan Semenjak Timbulnya Permasalahan ini Bayak anak yang putus Sekolah Ketika Menginjak tingkat SMP dan SMA. Secara Penelitian Melalui Kegiatan Pembuatan Trand and change pendidikan, dapat teramati melalui tabel sebagai berikut:
2000 2002 2004 2006 2008 2010 KET
JUMLAH PELAJAR TK






Stabil naik turun
JUMLAH PELAJAR SD







Cenderung naik
JUMLAHPELAJAR SEKOLAH SMP






Cenderung menurun
JUMLAH PELAJAR SMA






Jumlah yang mulai minim
JUMLAH PELAJAR PERGURUAN TINGGI





Selalu Menurun

JUMLAH SANTRI TPA








Selalu Menurun

Drari tabel diatas, dapat diuraikan bahwah ,
Dari tabel diatas dapat diuraikan bahwa jumlah pelajar TK Desa Banggle pada tahun 2000 adalah 21, kemudian ditahun 2002 jumlah pelajar TK mengalami peningkatan yaitu berjumlah 34. Dalam tahap dua tahun cenderung mengalami peningkatan, kemudian pada tahun 2004 jumlah pelajar TK mengalami penurunan yang berjumlah 31, pada tahun 2006 ini mengalami peningkatan lagi yaitu berjumlah 34, sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan lagi dengan jumlah pelajar 31, pada tahun 2010 berjumlah 48.
Untuk pelajar tingkat SD dapat diuraikan bahwa pada thaun 2000 jumlah pelajar sebesar 87 dan pada tahun 2002 mulai mengalami peningkatan jumlah pelajar 90. Pada 2004 tahun mengalami peningkatan lagi dengan jumlah 175, sedangkan pada tahun 2006 mengalami perkembangan terus denganjumlah 176, pada tahun 208 pelajar SD mengalami kemerosotan dengan jumlah pelajar 168, dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan lagi dengan jumlah pelajar 176.
Mengenai pelajar SMP pada tahun 2000 jumlah pelajar 18, pada tahun 2002 mengalami peningkatan dengan jumlah 23, pada tahun 2004 mengalami peningkatan dengan jumlah 54, tahun 2006 mengalami penurunan lagi dengan jumlah pelajar 48, pada tahun 2008 cenderung menurun dengan jumlah pelajar 43, pada thaun 2010 cenderung menurun lagi dengan jumlah pelajar 41.
Sedangkan pelajar tingkat SMA pada tahun 2000 jumlah pelajar 14, pada tahun 2002 mengalami peningkatkan dengan jumlah pelajar 21, pada tahun 2004 mengalami penurunan dengan jumlah pelajar 18, pada tahun 2006 mengalami peningkatan lagi 23, pada tahun 2008 mulai cenderung menurun dengan jumlah pelajar 19, pada tahun 2010 juga menurut dengan jumlah pelajar 13.
Untuk jumlah pelajar tingkat perguruan tinggi pada tahun 2000 adalah 0, tahun 2002 ada 2 pelajar, tahun 2004 dua pelajar, tahun 2006 tiga pelajar, tahun 2008 0 pelajar, tahun 2010 tiga pelajar.
Untuk pelajar Al-Qur’an dan agama Islam (santri) pada tahun 2000 jumlah santri mencapai 60 santri, pada tahun 2002 mengalami penurunan dengan jumlah santri 58 santri pada tahun 2004, mengalami penurunan lagi dengan jumlah santri 32, pada tahun 2006 mengalami penurunan dengan jumlah santri 30, pada tahun 2008 cenderung terus menurun dengan jumlah santri 27, tahun 2010 sisa santri hanya berjumlah 25. Hal ini diteliti melalui penelusuran Trand end change, dalam kurun selama dua tahun untuk mengetahui perubahaan-perubahan yang ada.
Selain pendidikan formal ada pendidikan non formal yang penting sekali yang selama ini kurang dimengerti oleh masyarakat Banggle. Hal ini menjadi permasalahan yang harus dipecahkan sebab di desa Banggle kegiatan belajar mengaji (TPA) semakin lama semakin merosot jumlah santrinya. Khususnya TPA di masjid Al-Ikhlas. Hal ini dapat ditelusuri melalui sejarah perkembangan TPA Al-Ikhlas. Pada tahun 1994 oleh Pak Suwito dan Ibu Siti Muhayaroh selaku Tokoh Agama dalam perkembangannya TPA tersebut menghasilan jumlah santri sebanyak 65 anak kemudian dengan antusias dan kepedulian masyarakat, pada tahun 1996 TPA berpindah ke masjid pegajaran tersebut dibantu oleh salah satu yang sudah khatam Al-Qur’an dan mumpuni yaitu Asus. Pada tahun 2001 TPA berkembang dengan baik tahun 2006 pengajaran menggunakan Iqra’ Jilid I-VI dan meluluskan 6 anak, pada tahun 2008 ustadzah mulai bertambah 2 orang yaitu Anis Fakhrul Khasanah dan Novita Ningrum, pada tahun 2009 pegajaran mulai ada penurunan, jumlah santri menurun 45% pada tahun 2010 pengangkatan ustadzah Wiqodia Mulawati Ningsih. Dari pengangkatan Ustadzah ini diharapkan untuk kepulihan TPA semula. Tapi dengan perkembangan jaman dan arus globalisasi masyarakat mulai enggan untuk menyuruh anak-anaknya mengaji karena kesibukan dalam pekerjaannya.







Berikut ini tabel sejarah pengajian Al-Qur’an di Masjid Al-Ikhlas Desa Banggle Dusu Pule dari tahun ke tahun.
Penelusuran sejarah perkembangan pembelajaran Al-Qur’an TPA Al-Ikhlas
Tahun Kejadian
1994 Pengajian rutin mulai didirikan oleh Suwito setiap sore di rumahnya
1996 Pengajian TPA mengalami peningkatan dengan jumlah santri 65 anak dan perpindahan tempat ke masjid Al-Ikhlas
2001 TPA mengalami perkembangan dengan baik ada keberhasilan dalam proses pembelajaran
2006 Pembelajaran menggunakan metode Iqro’
2008 Bertambahkan dua ustadzah yaitu Ustadzah Anis Fatkhrul Khasanah dan Novita Ningrum
2009 Pengajian mulai vakum dan jumlah santri mulai menurun hingga 45%
2010 Pengangkatan ustadzah Wikodyah mulatingsih dan kegiatan belum bisa distabilkan.

c. Hilangnya Etika kesopanan karena Arus Globalisasi
Lingkungan merupakan hal yang paling penting dalam beradaptasi, seperti halnya yang dirasa oleh para Remaja Masyarakat Desa Banggle, ketika masih berada dilingkungan pedesaan prilaku kesopanan baik segi pakaian maupun ucapan dan tinggah laku masih baik. Karena lingkungannya baik yang terbawa sejak lahir. Begitu disaat merantau beberapan tahun hidup disana sambil bekerja. Mereka yang dulunya mengenal lingkungan yang baik, agamis akan tetapi disaat hidup di lingkungan perkotaan lingkungan yang jauh berbeda dengan lingkungan pedesaan yaitu lingkungan metropolitan lingkungan yang membawa arus global. Dari segi pakaian sudah mencontoh pakaiannya orang luar. Ucapan dan tingkah laku juga sudah mulai berbeda dalam lingkungan desa orangnya lembut- lembut, bahasanya halus – halus. Ketika berada di lingkungan perkotaan bahasanya sudah Menggunakan Bahasa Gaul.
Menurut Bapak Abdul Hadji Selaku Modin Desa Banggle Beliau Mengatakan bahwah” Remaja yang sudah Bekerja dilingkungan Perkotaan, tidak lama Cukup Satu Tahun Saja, Mereka Sudah berubah menjadi remaja yang kehilangan ahlaq. Sehingga sulit untuk berfikir Bagaimana Memajukan Desa. Sehingga menjadi Desa baik sesuai dengan tutntunan ajaran islam.
Untuk mengetahui lebih lengkapnya dapat diamati melalui tabel pohon Masalah dan Pohon Harapan Sebagai Berikut:
























Pohon Harapan


























BAB III
MERENCANAKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEJAHTERA

Desa Banggle sebenarnya Desa yang kaya akan sumberdaya Alamnya, karena Sumberdaya Manusianya yang belum memadai, sehingga perekonomian agak terhambat seperti yang dirasa oleh Ibu pariem beserta keluarganya, mereka hidup dengan pekerjaan buruh tani yang gajinya tidak seberapa, lama – kelamaan ia tidak tahan dengan hal seperti itu, oleh karenanya mereka merantau mencari kerja di lingkungan perkotaan demi menafkahi keluarganya. Pada hal kalau Masyarakat Desa Bangle Mau berfikir dengan kekayaan alammya Seperti Tembakau, Batu Marmer. Dapat dikelola dengan baik. Dapat dijadikan sebagai tempat produksi, maka Masyarakat setempat tidak akan memilih kehidupan yang bersifat pragmatis. Setelah Dianalisa ternyata Pengetahuan agamanya masih rendah. Mereka masih percaya kepada leluhur. Sehingga potensi yang ada di Desa Banggle seperti Gunung sili Yang Terdapat Batu Marmer andai kat ini dikelolah oleh Masyarakat setempat. Kebutuhan peekonomian akan baik. Namun Mereka mempercayai Bahwah Gunung tersebut dijaga oleh leluhur. Sehingga tidak ada satupun yang mau mengelolanya Kecuali Orang tulungagung.
Dalam Hal inilah Masyarakat bermusyawarah di rumah bapak kamituwo dalam rapat tersebut menghasilkan keputusan yaitu, Membuat dua perencanaan, program jangkah pendek dan program jangkah panjang. Seperti dalam tabel matrik tersebut:
NO NAMA KEGIATAN JENIS PROGRAM
1 Menghidupkan Pembelajaran Taman Pendidikan Al-Qur’an Jangka Pendek
2. Penyuluhan bagi Remaja Jangka pendek
3. Memberikan Pengetahuan baik keagamaan maupun non keagamaan bagi Masyarakat yang awam Jangkah Pendek
4 Mengembangkan IPTEK Jangkah Panjang



Menurut kesepakatan bahwah program yang harus segera dilaksanakan adalah berupa tiga program tersebut. Sehingga tersusun dengan penjadwalan sebagai berikut:
NO JENIS KEGIATAN WAKTU TEMPAT KETERANGAN
1 Menghidupkan pembelajaran TPA Sabtu s/d kamis
15.30- 1700 Wib Masjid Al-ihlas Dilaksanakan Rutin Setiap Hari Libur 1 Hari.
2 Penyuluhan Bagi Remaja Minggu
18.00- 19.15 Wib Masjid At-Taqwa
Dilaksanakan 1 Minggu Sekali dalam Kegiatan Diba’iyah dengan mendatangkan pembicara dari luar.
3 Memberikan Pengetahuan baik keagamaan maupun non keagamaan bagi Masyarakat yang awam
( pengajian) Selasa
18.30 – 21.00 Dari Rumah ke Rumah Dialaksanakan Rutin 1 Minggu Sekali Dengan Mendatangkan Penceramah.

Sedangkan Mengenai Perencanaan Prorgram Pengembangan IPTEK. Dilaksanakan Setelah Program tersebut Berjalan Dengan Lancar. Tidak hanya itu. Masyarakat juga membuat kepengurusan dalam hal ini penanggungjawab setiap Kegiatan. Agar kegiatan tersebut menjadi kegiatan regenerasi dapat berjalan dengan adanya generasi sehingga kegiatan tersebut tidak vakum. Untuk Kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) penanggungjawabnya adalah, Ustadzah Siti untuk kegiatan Penyuluhan Remaja adalah, Bapak Supriono dan Kegiatan Pengajian adalah Bapak Abdul Hadji.
Proses kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan program, agar program tesebut dapat berjalan dengan baik maka ada proses pembuatan program kerja antara lain:


A. Program kerja Kegiatan TPA
Kegiatan Taman pendidikan al-Qur’an Al-ihlas, sempat mengalami kevakuman karena tidak adanya program kerja yang ditetapkan. dalam hal ini para Dewan Asatidz bermusyawarah dengan wali santri sehingga ada kesepakatan program kerja yang harus dilaksanakan yaitu. Pembuatan Seragam santri hal ini dirasa perlu karena merupakan cermin santri untuk berpakaian busana muslim. Semenjak belum adanya seragam para santri ketika mengaji hanya seenaknya saja ,memakai pakaian yang semestinya tidak dipakai dalam kegiatana mengaji. Selain pembuatan seragam santri Dewan Asatiidz juga membuat program kurikulum pembelajaran Bagi santri.yaitu penambahan Materi Pengajaran sebagai kurikulum tambahan agar dengan tujuan supaya para santri mendapatkan kematangan dalam ilmu agama Materi yang ditambahkan adalah meliputi Ilmu tajwid, Tarikh, Ahlaq, Mewarnai, dan Fiqih.
B. Program Kegiatan Penyuluhan Remaja
Program penyuluhan Remaja sebernarnya bersamaan dengan kegiatan diba’an dimasjid at-taqwa Desa Banggle setiap hari Minggu Pukul 18.00 – 19.15 Wib. Kegiatan tersebut di hadiri Oleh para remaja, pemuda dan pemudi. Agar kegiatan tersebut bisa berjalan dengan tertib, maka perlu dibuatnya tata tertib yaitu setiap anggota wajib membawa buku diba’ dan kalau tidak mengikuti berturut –turut selama Empat Kali Maka pengurus akan mendatangi kerumahnya.
C. Progam kegiatan Pengajian Rutin
Kegiatan Pengajian Rutin dilaksanakan setiap Malam jum’at bagi Ibu –Ibu sedangkan malam Rabu Bagi Bapak-Bapak dimulai pukul 18.30 – 21.00 Wib. Dengan kegiatan pembacaan istighotsah dan dilanjutkan ceramah dan diskusi ilmu pengetahuan. Kegiatan ini disepakati oleh kelompok jama’ah dengan prmbuatan tata terib setiap anggota wajib membawa uang khas seikhlasnya dibuat dana pengembangan kegiatan tersebut. Dan ketika ada anggota yang tidak hadir pengurus memberikan surat ke tidak hadiran, ketika tidak hadir berturut – turut hingga dua Kali maka pengurus mendatangi kerumahnya.

BAB IV
MEMBANGUN KEMAKMURAN DESA BANGGLE

A. MENGHIDUPKAN KEMBALI PEMBELAJARAN AL –QUR’AN
Taman pendidikan Al Qur’an merupakan salah satu lembaga penting dalam membangun kemajuan di bidang pendidikan, terutama untuk generasi kedepan seain pendidikan umum, pendidikan agama merupakan hal yang paling penting untuk meneruskan perjuanngan agama islam dan menjadi tameng diri sendiri sebagai umat islam, melihat fenomena sekarang yang dialami para Remaja yang minimnya pengetahuan agama, mereka menjadi rusak akhlaqnya tidak bisa membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. Pergaulan bebas meraja lela karena tidak ada benteng dalam dirinya, sehingga kehidupannya rusak.
Taman pendidikan al-qur’an al-Ihlas dusun pule desa bangle merupakan salah satu kunci untuk menjebatani generasi remaja Desa Banggle. Yang ahir - ahir ini mengalami kevakuman, hal ini menyebabkan kekeringan pendidikan agama untuk anak - anak dan remaja. Disamping itu hal ini menjadi salah satu masalah utama bagi Masyarakat desa Bangle, teutama yang dialami remaja hal ini mengakibatkan tidak ada generasi penerus keagamaan ahirnya masih banyak islam KTP yang belum mendapatkan pengajaran tentang agama islam. Kalu ini dibiarkan maka akan terjadi minimnya pengetahuan keagamaan, dan tidak bisa untuk memajukan Desa Bnggle salah satu contoh kecil, hanya karena kepercayaan terhadap roh - roh, sehingga untuk mengangkat potensi desa yang kalau difikir akan menghasilkan perekonomian yang baik mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan. Yang se3mestinya dalam Desa tersebut terdapat gunung yang menghasilkan Batu unik apabila diproduksi akan menghasilkan batu marmer, hanya karena kepercayaaan dengan hal - hal yang sifatnya kejawen potensi tersebut sampai sekarang belum tergali. Justru yang menggali adalah orang -orang dari probolinggo.hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan agama. Untuk menjembatani semua itu maka haruslah penanaman bibit bibit unggul yang nantinya akan mensyiarkan ilmu agama islam yang benar sehingga desa tersebut dapat terangkat menjadi desa yang makmur loh jinawe.
Pemikiran - pemikiran tersebut dapat direnungkan oleh masyarakat melalui forum Musyawarah ustad/dzah dengan Masyarakat Desa Bnggle bahwah Menghilangkan buta huruf harus segera dihapuskan terutama pada ilmu alqur’an dan ilmu agama sebagaimana Wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (Surat Al-‘Alaq [96] : 1-5) memberikan isyarat bahwa Islam amat memperhatikan soal belajar (dalam konteks menuntut ilmu), sehingga implementasinya menuntut ilmu (belajar) itu wajib menurut Islam. Di dalam Alquran banyak ditemukan kalimat seperti ya’qilun, yatafakkarun, yubsyirun, yasma’un, dan sebagainya. Kalimat-kalimat di atas mengisyaratkan bahwa Alquran (Islam) menganjurkan agar kita menggunakan potensi-potensi atau organ-organ psiko-psikis, seperti akal, indera penglihatan (mata), dan indera pendengaran (telinga) untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai alat belajar, akal merupakan potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif). Selanjutnya, mata dan telinga merupakan alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual dan informasi verbal. Dalam konteks belajar secara umum, Qardhawi mengutip hadits riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani menyatakan : “Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan hanya didapat melalui belajar”. Teori ini yang melandasi kesadaran Masyarakat desa bangle untuk menghidupkan kegiatan keagamaan dan kesadaran betapa pentingnya ilmu agama bagi anak- anaknya.
Melalui forum inilah ahirnya timbul kesadaran Masyakat, dan sangat mendukung dan ikut menggerakkan TPA al-ihlas yang sempat vakum ini, Akhirnya, dengan Kesepakatan wali santri dan warga melalui forum Musyawarah tersebut Untuk membicarakan keberlanjutan kegiatan keagamaan taman pendidikan alqur’an yang sempat vakum ini ahirnya mereka sangat antusias yang dipimpin oleh kepala TPA Ibu Siti, dengan diberlakuakanya sistim metode annahdhiyah dan penamabahan beberapa materi penunjang seperti ilmu ahlaq, ilmu Tajwid, ilmu tarikh dan kegiata estra kurikuler Qiroa’til Qur’an.sebagai penyemangat santri Bahwah TPA tersebut mengajarkan berbagai macam ilmu agama.dan pembuatan seragam mengaji karena dengan adanya seragam membuat kedisiplinan anak -anak dalam berpakaian sehingga anak -anak disaat mengaji tidak menggunakan pakaian yang kurang sopan.


Hal inilah yang Menjadi awal penghidupan kegiatan Taman Pendidikan al-qur’an al-ihas yang sempat Vakum. Setelah ada kesepakata dari masyarakat ahirnya Dewan asatidz mengadakan pertemuan untuk membahas keberlanjutan kegiatan yang sudah disepakati oleh Masyarakat. Yaitu dengan dimulai dengan pembuatan jadwal, penataan kurikulum dan pembangian tugas mengajar.sehingga tercipta jam pengajaran yang efektif. Yang sesuai diharapkan oleh Masyarakat dan wali santri. Setelah penataan kurikulum, pengkondisian pembuatan seragam mengaji dengan memilih satu pimpinan yang dijadikan koordinator seragam tersebut yaitu langsung dikoordinir oleh ustdzah wiqoh yang dibantu dengan ibunya.
Sejak saat itu kegiatan TPA berkembang kembali dengan dimulainya kurikulum baru dan dimulainya berlakunya seragam. Kedisiplinan mualai tertata kembali, dan metode pengajaran disesuaikan dengan umur dan kemampuan anak misalnya: Bagaimana cara membaca al-qu’an dengan baik, memahami kebesaran allah, ahlaq kepada guru, orang tua dan sesame muslim serta kisah kisah teladan.
Selama kurang lebih dua Minggu kegiatan tersebut berjalan dengan penuh keceriaan santri mulai berkembang karena banyaknya orang tua yang mendukung anaknya untuk mengaji, kebahagian sangat tampak sekali yang selama ini dirindukan oleh mereka yang memunculkan kehidupan baru, dengan lingkungan yang penuh keramaian bacaan -bacaan al-qur’an. hal ini juga menjadi kebahagiaan para tokoh agama Desa Banggle, kata pak suwito selaku toga dusun Pule Desa Banggle” ikiloh engkang dipon kersaaken kale kito sedoyo selaku umat islam seng pancene nyekel alqur’an dados pegangane urep’’ Maksud dari perkataannya adalah hal inilah yang kita harapkan selaku umat islam, yang pastinya pegangan kita adalah kitab suci alqur’an sebagai pegangan hidup.
Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk membangun kelancaran kegiatan keagamaan. Kini tinggal bagaimana pondasi tersebut diteruskan

B. MENINGKATNYA KEGIATAN KEAGAMAAN DI DESA BANGGLE
Dengan adanya kegiatan penyuluhan bagi Remaja dan pengajian bagi muslimin wal muslimat. M aka ada peningkatan, kegiatan tersebut menjadi kegiatan rurinitas bagi Masyarakat Desa Banggle pengetahuan agama islam mulai berkembang. Dan Ilmu Pengetahuan mulai masuk pada Diri Masyarakat Desa Bnggle. Sehingga untuk mencapai keberhasilan dalam mewujudkan kesejahteraan Masyarakat Desa Banggle mulai terfikirkan Dengan Berkumpulnya para Remaja yang tersisa di Desa Tersebut, pengetahuan mereka juga kian bertambah Remas Mulai Berjalan Dan Kegiatan Karangtaruna Mulai terbina kembali dengan pemuda yang tersisa di Desa Banggle. Pemikiran untuk Hidup pragmatis kian terhapus oleh Pemuda yang aktif dalam kegiatan tersebut.
Masyarakat tersebut juga mulai berfikir bagaimana mengembangkan potensi Desa yang belum sempat tergali dengan meninggalkan hal – hal yang mistis untuk sarana perekonomian yang baik demi kesejahteraan Masyarakat.
Kegiatan tersebut mengalami perkembangan yang cukup membaik. Dengan jumlah jama’ah ± 187 anggota. Menurut pendapat Bapak abdul Hadji Modin Desa Banggle beliau mengatakan “Cukup besar perubahan dan perkembangan yang dulunya Masyarakat masih berkeinginan untuk menuju hidup yang pragmatis dalam fikiranya anyalah terbayang kerja yang enak, mapan, Banyak uang tidur nyaman hidup dilingkungan perkotaan yang bebas. Tapi dengan masuknya pengetahuan bagi agama maupun pengetahuan umum masyarakat mulai sadar akan hal tersebut”
Dengan demikian ada keberhasilan dalam pembuatan program yang dilaksanakan secara ber musyawarah dengan masyarakat setempat. Sehingga ada harana masyarakat Desa Tersebut, mempunyai generasi yang baik menurut agama islam. Dan punya ahlaq yang baik.



BAB V
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Desa banggle adalah salah satu desa yang terletak di kabupaten nganjuk yang terletak di utara kota nganjuk tepatnya di kecamatan lengkong, di sebelah barat dan selatan desa banggle di batasi oleh desa jaan, yang termasuk ikut kecamatan gondang. Di sebelah timur di batasi oleh desa ketandan, sedangkan sebelah utara desa banggle terdapat desa sumber miri.
Keadaan tanah di desa banggle tergolong tanah hitam dan tanah kuning, untuk tanah hitam sifatnya padat sedangkan untuk tanah kuning sifatnya jarang atau gembur. Dengan keadaan tanah tersebut maka masyarakat desa banggle memanfaatkannya untuk ditanami seperti tanaman padi, tembakau, bawang merah, jagung, kentang, ketela, dan pisang. Untuk menanam tanaman-tanaman tersebut juga harus memperhatikan dan menyesuaikan musim, jika pada musim kemarau ditanami dengan tanaman seperti tembakau, ketela, pisang atau jagung, sedangkan untuk musim penghujan maka tanaman tersebut diganti seperti tanaman padi, bawang merah, ketela, pisang, kentang atau jagung.
Untuk kegiatan sehari-hari masyarakat desa banggle rata-rata bertani, tetapi ada juga yang bekerja diluar kota seperti bekerja di perusahan-perusahan atau pabrik. Perekonomian didesa banggle termasuk perekonomian menengan kebawah.
Dengan terwujudnya Menciptakan Masyarakat yang Sejahterah mau mengembangkan Desanya tanpa Berfikir untuk hidup yang pragmatis tapi harus berfikir dengan hidup yang dinamis kehidupan dengan pemikiran mengembangkan potensi Desa Banggle.
b. Rekomendasi
Dalam Rekomendasi ini perlu saya cantumkan bahwa Respon Masyarakat sangat baik sekali Terhadap program penanggulangan Remaja Untuk hidup secara pragmatis dengan memimikirkan pekerjaan melulu. Masih banyak lagi yang perlu diteliti terutama Mengembangkan IPTEK di Desa tersebut.

Laporan KKN pokoe

Posted on

Saturday, November 13, 2010