06/01/2008 - 07/01/2008

BAB I

Pendahuluan

Tasawuf atau sufisme adalah suatu ilmu pengetahuan. Sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.

Dengan demikian, seorang sufi senantiasa mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa ia berada di hadirat Tuhan. Dengan kata lain, bahwa intisari dari sufisme ialah kesadaran akan komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan jalan mengasingkan diri dan kontemplasi.

Adapun kesadaran berada dekat dengan Tuhan dapat mengambil berbagai bentuk sesuai dengan kondisi sufi itu sendiri. Yakni bisa berbentuk ma'rifah, mahabbah, ittihad, hulul maupun wihdah al-wujud.

Untuk mencapai tujuannya (yakni berada dekat dan bersatu dengan Tuhan), seorang sufi harus menempuh jalan panjang, di antaranya melalui al-zuhd, yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian, atau kata lain, meninggalkan keramaian dan mengasingkan diri dari pergaulan manusia, bahkan juga tak mau lagi berhubungan dengan manusia yang dirasa tak lagi bermanfaat, apalagi jika dapat menggangu dirinya untuk bercengkerama dengan Tuhan. Karena itu, banyak tuduhan ditujukan pada para sufi, bahwa kaum sufi lebih cenderung bersikap fatalistis dan dianggap sebagai biang keladi kemunduran Islam.

Sungguhpun demikian, banyak pula kita jumpai tokoh-tokoh sufi yang amat peduli dengan lingkungan masyarakat sekitar dan mau menyumbangkan gagasan-gagasan kemanusiaan yang mendasar, sekalipun oleh kelangsungan masa mereka terdesak ke latar belakang kesejarahan. Satu di antara sekian banyak tokoh tersebut adalah seorang sufi yang akan menjadi figur utama dalam tulisan ini, yakni Jalaluddin Rumi.

Dilihat dari luasnya wawasan dan tajamnya penglihatan pandangannya, dari tema-tema universal yang diangkat dalam setiap baris karyanya dan dari cara mengungkapkan pikiran dalam bahasa puisi yang sarat simbol, tak pelak lagi bahwa Rumi adalah seorang jenius dengan pikiran dan otak brilian. Dengan visinya yang tajam, ia mampu menerobos dinding zamannya dan mendahului beberapa abad gagasan-gagasan humanistis para pemikir besar dunia yang datang kemudian.

Hal ini sebagaimana ungkapan Erich Fromm, seorang pengikut Neo-Freudian:

"Dua ratus tahun sebelum pemikiran humanisme renaisance, Rumi telah mendahului mengemukakan ide-ide tentang toleransi agama yang dapat ditemukan pada Erasmus dan Nicholas De Cusa, dan ide-ide tentang cinta sebagai tenaga kreatif yang fundamental sebagai yang dikemukakan oleh Facini... Rumi bukan saja seorang penyair dan mistikus (sufi) serta pendiri Tarekat; tetapi ia juga seorang manusia yang mengetahui secara mendalam tabiat-tabiat manusia.

Makalah singkat ini ingin melacak karakteristik (watak) sufisme Jalaluddin Rumi, yang diungkapkan melalui bait-bait syair dan puisi, di mana oleh sementara orang ia dianggap sebagai pelopor yang menghidupkan kembali semangat keagamaan kaum muslimin dan berusaha membuang jauh-jauh kesan yang selama ini merusak citra para sufi yang dianggap sebagai fatalis. Sebaliknya, ia mengetengahkan gagasan-gagasan yang penuh dinamika yang mendorong manusia untuk senantiasa berbuat, berkarya dan bekerja keras untuk menunaikan tugas kemanusiaannya yang amat berat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang Jalaluddin Rumi.

Nama Asli Rumi adalah Muhammad Jalaluddin. Tetapi kemudian, ia terkenal dengan sebutan Maulana al-Rumi atau Rumi saja. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Robiul Awwal 604 H (30 September 1207 M) di Balkh, yang pada saat itu masuk dalam wilayah kerajaan Khawarizm, Persia Utara. Rumi Lahir dari benih unggul. Dari pihak ayah, ia mempunyai garis keturunan Abu Bakar al-Shiddiq, sedangkan dari pihak ibu, ada hubungan darah dengan Ali ibn Abi Thalib. Ia juga termasuk keluarga kerajaan, karena kakeknya, Jalaluddin Huseyn al-Katibi, menikah dengan putri raja 'Ala al-Din Muhammad Khawarizm Syah. Dari perkawinan ini, lahirlah ayah Rumi yang bernama Muhammad, yang selanjutnya ia bergelar Baha' al-Din Walad, tokoh ulama dan guru besar di negerinya di masa itu yang juga bergelar Sultanu al-Ulama'.

Pada masa kanak-kanak, Rumi dididik sendiri oleh ayahnya yang merupakan ulama’ besar saat itu. Setelah itu oleh ayahnya, Rumi dipercayakan pada salah satu muridnya, Sayid Burhanuddin, selama empat sampai lima tahun, sebelum hijrah dari Balkh.

Pengembaraannya yang cukup panjang ke beberapa kota dan negeri tetangga, dengan ayah dan keluarganya, memberi kesan yang mendalam tentang gejolak sejarah dan romantika kehidupan manusia. Sedangkan perjumpaannya dengan beberapa tokoh besar seperti Fariduddin al-Attar, Sihabuddin al-Suhrawardi dan juga Muhammad ibn Ali ibn Malik Daad, yang lebih dikenal dengan Syamsuddin alTabrizi atau Syam Tabriz, telah membangkitkan antusiasme yang cukup besar untuk menjadi manusia terhormat. Hal yang demikian membuat Fariduddin al-Attar dengan penuh optimisme meramalkan: "Hari akan datang, di mana anak ini akan menyalakan api antusiasme ketuhanan ke seluruh dunia".

Ketika ayahnya meninggal tahun 1230 M, Rumi diangkat sebagai ganti ayahnya untuk mengajar di Madrasa-i-uba'iyyat (Khudavandgar), dan sebagai penasihat para sarjana dan mahasiswa. Selain itu, ia juga berubah profesi sebagai penyiar agama. Dari ayahnya itulah Rumi memperoleh berbagai ilmu pengetahuan jamannya, terutama ilmu kalam yang cukup mempengaruhi pola pemikiran teologinya, disamping ketekunan belajarnya di berbagai tempat dan kota serta dengan beberapa tokoh besar lainnya.

B. JALALUDDIN RUMI DAN KARYA-KARYANYA.

Rumi adalah termasuk tokoh sufi yang produktif. Di samping sebagai juru da'i dan guru, dia juga aktif menulis karya-karya sufisme yang mayoritas berbentuk sya'ir atau prosa. Karena itu, wajarlah jika ia dijuluki sebagai sufi-penyair besar.

Karya sastra Rumi bisa dibilang sangat jamak; dalam bukunya Diwan-i Syams-i Tabriz terdapat kurang lebih 2500 lirik; dalam Masnawi sekitar 25.000 bait syair; dan Ruba'iyyat (syair empat baris) yang kira-kira 1600 barisnya adalah asli.

Secara ringkas, karya-karya Jalaluddin Rumi dapat diklasifikasikan menjadi 6 buah karya; 3 karya besar dan 3 karya yang relatif kecil. Adapun karya besarnya adalah sebagai berikut:

1. Maqalat-i Syams-i Tabriz (wejangan-wejangan Syam Tabriz). Karya ini berisi tentang dialog-dialog mistis antara Syam Tabriz sebagai guru dan Rumi sebagai murid.

2. Divan-i Syams-i Tabriz (lirik-lirik Syams Tabriz). Karya ini disusun Rumi saat ia berpisah dengan gurunya Syam Tabriz, yang berisi pujaan disamping untuk mengenang guru sekaligus sahabat yang dicintainya.

3. Masnav-i Ma'nawi (Masnawi Jalaluddin Rumi). Karya ini berisi ajaran-ajaran pokok Tasawuf Rumi yang sangat mendalam. Para pengikut Rumi menganggapnya sebagai penyibak makna batin al-Qur'an. Karya ini ia sampaikan dalam bahasa puisi yang kreatif melalui apologi, anekdot dan legenda.

Sedangkan karya Rumi yang relatif kecil antara lain:

1. Ruba'iyyat. Karya puisi Rumi yang disampaikan dalam bentuk Kuatrin (sajak 4 baris).

2. Maktubat (Korespondensi). Karya ini merupakan kumpulan surat-surat Rumi yang ditujukan kepada dan untuk membalas rekan-rekan atau para pengikutnya.

3. Fihi Ma Fihi (Di dalam apa yang ada di dalam). Karya ini merupakan ceramah tasawuf Rumi kepada para pengikutnya yang tergabung dalam tarekatnya.

C. KARAKTERISTIK SUFISME JALALUDDIN RUMI

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa karya-karya Rumi mayoritas berbentuk sya'ir, maka untuk melacak dan mengetahui lebih jauh karakteristik sufisme Rumi perlu juga dilakukan analisa terhadap karya-karya tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut:

"Wahai kegilaan yang membuai, Kasih !

Engkau Tabib semua penyakit kami !

Engkau penyembuh harga diri,

Engkau Plato dan Galen kami !

Dalam hal ini, Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa Rumi masuk ke dalam madzhab Realitas Utama Sebagai Keindahan, sebagaimana Ibn Sina, yang pembawaannya terletak dalam melihat "wajah-Nya sendiri yang tercermin dalam cermin alam semesta". Karena itu, alam semesta ini bagi mereka berdua merupakan pantulan "Keindahan Abadi" dan bukan suatu emanasi seperti yang diajarkan oleh Neo-Platonisme. Juga, menurut Mir Sayyid Syarif, penyebab penciptaan ialah manifestasi keindahan, dan penciptaan yang pertama ialah cinta. Wujud Keindahan ini dihasilkan oleh cinta kasih semesta, yang instingtif-bawaan. Zoroaster dari Sufi Persia senang mendefinisikannya sebagai "Api Kudus yang membakar segalanya kecuali Tuhan".

Ekspresi-ekspresi sufisme sering berpegang pada keseimbangan antara cinta dan pengetahuan, suatu bentuk ekspresi emosional yang lebih mudah memadukan sikap keagamaan yang merupakan titik awal setiap kehidupan kerohanian Islam. Begitu pula yang dilakukan oleh Jalaluddin Rumi, ia mengekspresikannya dalam bahasa cinta. Hal itu dapat ditemukan dalam sya'irnya yang lain:

Aku adalah kehidupan dari yang kucintai

Apa yang dapat kulakukan hai orang-orang Muslim ?

Aku sendiri tidak tahu.

Aku bukan orang kristen, bukan orang Yahudi, bukan orang Magi, bukan orang Mosul,

Bukan dari Timur, bukan dari barat, bukan dari darat, bukan dari laut,

Bukan dari tambang Alama, bukan dari langit yang melingkar,

Bukan dari bumi, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,

Bukan dari singgasana, bukan dari tanah, dari eksistensi, dari ada,

Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqsee,

Bukan dari kerajaan-kerajaan Irak dan Kurasan,

Bukan dari dunia ini atau yang berikutnya; dari syurga atau neraka,

Bukan dari Adam, Hawa, taman-taman syurgawi, atau firdausi,

Tempatku tanpa tempat, jejakku tanpa jejak,

Bukan raga atau jiwa; semua adalah kehidupan dari yang kucintai.

Dalama kenyataannya, perbedaan antara jalan pengetahuan dan jalan cinta bermuara pada masalah keunggulan salah satunya atas lainnya, meskipun sebenarnya tidak pernah ada pemisahan sepenuhnya antara kedua modus rohani tersebut. Pengetahuan tentang Tuhan selalu memikirkan cinta, sementara cinta mengisyaratkan adanya pengetahuan mengenai obyek cinta, walaupun itu hanya merupakan pengetahuan langsung dan renungan.

Obyek cinta rohani adalah keindahan Tuhan yang merupakan suatu aspek dari ketakterbatasan Tuhan, dan melalui obyek ini rasa cinta menjadi terang dan jelas. Cinta yang penuh dan terpadu berputar mengelilingi sesuatu titik tunggal yang tak terlukiskan, Allah Swt.

Selanjutnya menurut Rumi, cinta lebih tinggi dari kecemasan, hal ini dapat kita fahami dalam sayirnya:

Sang Sufi bermi'raj ke 'Arsy dalam sekejap, sang zahid membutuhkan waktu sebulan untuk sehari perjalanan.

Meskipun bagi sang zahid, sehari bernilai besar sekali, namun bagaimana satu harinya bisa sama dengan lima puluh ribu tahun ?

Dalam kehidupan sang Sufi, setiap hari berarti lima puluh ribu tahun di dunia ini.

Cinta (mahabbah), dan juga gairah cinta ('isyq) adalah sifat Tuhan, takut adalah sifat hawa nafsu dan birahi.

Cinta memiliki lima ratus sayap, dan setiap sayap membentang dari atas syurga di langit tertinggi sampai di bawah bumi.

Sang zahid yang ketakutan berlari dengan kaki, para pecinta Tuhan terbang lebih cepat dari pada kilat.

Semoga Rahmat Tuhan membebaskanmu dari pengembaraan ini!, tak ada yang sampai kecuali rajawali yang setialah yang menemukan jalan menuju sang Raja.

Menurut Annemarie Schimmel, kekuatan Rumi adalah cintanya, suatu pengalaman cinta dalam makna manusiawi tetapi sama sekali didasarkan pada Tuhan. Ia merasa bahwa dalam setiap do'a ada rahmat Ilahi, dan ia membukanya sendiri rahmat Ilahi itu. Beserta dengan kehendak Ilahi, ia menemukan pemecahan bagi teka-teki taqdir dan mampu menjulang ke puncak kebahagiaan dari kesedihan yang paling dalam karena perpisahan. Hal ini diungkapkannya dalam sebuah syair:

"Aku terbakar, dan terbakar dan terbakar"

Selanjutnya, Schimmel mengatakan bahwa Rumi telah mengalami keindahan dan keagungan Ilahi dengan seluruh indranya. Pengalaman indrawi terpantul kuat dalam sajaknya, dan dalam sajak itu selalu terjaga keseimbangan antara pengalaman indrawi dan kasih Ilahi, sebagaimana berikut:

Lewat Cintalah semua yang pahit akan jadi manis,

Lewat cintalah semua yang tembaga akan jadi emas,

Lewat cintalah semua endapan akan jadi anggur murni,

Lewat cintalah semua kesedihan akan jadi obat,

Lewat cintalah si mati akan jadi hidup,

Lewat cintalah Raja jadi budak.

Dalam suatu kesempatan, Rumi pernah mengatakan bahwa hingga hari kebangkitan pun kita tidak mungkin bisa berbicara secara memadai tentang wajah cinta. Sebab, menurutnya, mana mungkin mengukur samudera dengan piring.

Dari beberapa syair Rumi tersebut, kita memperoleh pemahaman bahwa pemahaman atas Tuhan beserta alam semesta hanya mungkin lewat bahasa cinta, bukan semata-mata dengan kerja dan usaha yang bersifat fisik lahiriyah.


KESIMPULAN

Dari syair Rumi dan ungkapan-ungkapan sufistiknya, kita memperoleh gambaran:

  • Tuhan sebagai satu-satunya tujuan, tak ada yang menyamai. Karena itu, penggambaran Tuhan hanya mungkin lewat perbandingan, di mana yang terpenting adalah makna perbandingan itu sendiri, bukan wujud lahiriyah atau interpretasi fisiknya.
  • Manusia senantiasa tidak puas; nafsunya selalu ingin terpenuhi. Karena itu, ia harus terus bertarung melalui segala usaha. Namun, baru dalam cintalah ia mendapatkan kepuasan.
  • Cinta, menurut Rumi, adalah lenyapnya kedirian, yaitu kesatuan sempurna antara kekasih Tuhan dengan Tuhan. Dengan ketiadaan diri (fana') berarti terbuka bagi memancarnya cahaya Ilahi. Dengan kata lain, Tuhan adalah segala-galanya, tak ada selain Dia.
  • Jadi, watak sufisme Rumi adalah menjadikan cinta sebagai sarana untuk bisa bersatu dan dekat dengan Tuhan.

Jalaluddin Rumy

Posted on

Friday, June 13, 2008

BAB I

PENGERTIAN AKHLAK

1) DEFINISI

kata “akhlak” berasal dari bahasa arab, jama’ dari khuluqun خلق yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Jadi akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau ma’nawiah (sesuatu yang abstrak), yang bentuknya kelihatan dinamakan muamalah (tindakan) atau suluk (prilaku) maka akhlak adalah sumber dan prilaku adalah bentuknya. Dapat dicontohkan dari sini, seorang tidaklah dikatakan berakhlak dermawan, apabila dalam memberikan harta atau uangnya dilakukan hanya sekali atau dua kali saja atau mungkin dalam pemberiannya itu karena terpaksa, gengsi dan sebagainya.

2) POKOK PERSOALAN AKHLAK

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan prilakunya baik sebagai manusia yang beragama maupun sebagai makhluk individu dan sosial.

Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia antara lain anjuran untuk bertaubat, bersabar dan bersyukur. Anjuran-anjuran itu sering diambil dari ayat-ayat akhlak sebagai nasehat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk , ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat di didik menjadi baik, kecuali tingkatan akhlak buruk yang berbahaya pada masyarakat umum.

Menghadapi keburukan akhlak yang sangat odern harus memakai alat dan cara modern untuk mengatasinya. Tentu saja, normanya tetap berdasar pada ajaran agama, sedangkan teknik pendidikan dan penanggulanganya, harus disesuaikan dalam bentuk penyimpangannya (keburukan akhlak) yang dihadapinya. Misalnya, penanggulangan kenakalan remaja berupa penggunaan obat-obatan terlarang, harus bekerja sama antara pihak ppenegak hokum, psikiater dan ahli agama dengan menggunakan metode yang tepat guna. Maka dapat disimpulkan bahwa persoalan akhlak masa kini harus diatasi pula dengan cara teknik masa kini.

3) HUBUNGAN AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAIN

filsafat adalah sebagai pusat semua ilmu pengetahuan dan ilmu akhlak merupakan salah satu cabang dari filsafat.

Berbagai cabang ilmu dibawah naungan filsafat dimana ia sebagai pusat asal mulanya ilmu, maka antara cabang satu atau cabang yang lainnya ada hubungannya.

a. hubungan antara akhlak dan psikologi

apa yang dipersoalkan oleh ilmu jiwa tersebut dappat dikatakan bahwa ilmu jiwa adalah sebagai pendahuluan dalam ilmu akhlak

b. hubungan akhlak dengan sosiologi

manusia tidak dapat hidup btanpa bermasyarakat. Dapat disebutkan pula bahwa ilmu sosiologi mempelajari masyarakat yang bagaimana supaya menoingkat keatas, bagaimana menyelidiki tentang bahasa, agama dan keluarga serta membentuk undang-undang dan sebagainya.

Dengan demikian akan dapat membantu dalam memberi pengertian dari perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik dan buruk, benar atau salah dari perilaku seseorang yang diperdalam oleh akhlak.

c. hubungan akhlak dengan ilmu hokum

pokok pembicaraan kedua ilmu (akhlak dan ilmu hukum) adalah perbuatan yang bertujuan mengatur perbuatan manusia dan kebahagiaannya. Akhlak memerintahkan manusia berbuat apa yang berguna dan melarang segala apa yang mudharat.

d. hubungan akhlak dengan iman

iman menurut bahasa berarti membrenarkan sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati. dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa iman bukan hanya sekedar tasdiq, menurut pandangan islam bahwa akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan, dengan demikian akhlak yang baik adalah mata rantai dari pada keimanan.

4) MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK

Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada tuhan semata-mata maka ia dapat menghasilkan kebahagiaan sebagai berikut:

1. mendapat tempat yang baik dalam masyarakat

2. disenangi orang dalam pergaulan

3. akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi

4. dapat mendapat pertolongan dalam memperoleh keluhuran

5. mendapat perlindungan dari penderitaan

Dalam masanya, Akhlak dapat dibagi menjadi 4 periode

1. aklak periode yunani

2. aklak periode abad pertengahan

3. akhlak periode bangsa arab

4. akhlak periode modern

Setiap prilaku manusia didasarkan atas kehendak, kemudian apa saja yang menjadi dasar sseorang melakukan tindakan? Maka ditinjau dari akhlaknya kejiwaan, maka prilaku dilakukan, atas dasar sebagai berikut:

1. insting

2. pola dasar bawaan (turunan)

3. lingkungan

4. kebiasaan

5. kehendak

6. pendidikan


BAB II

TASAWUF

1. Asal-usul tasawuf

Lafadz tasawuf merupakan masdar (kata jadian) bahasa Arab dari fi’il (kata kerja) تصوًف يتصوًف yang artinya mempunyai bulu yang banyak

ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :

a. Asy-Syekh M. Aminal-kurdy mengatqakan “Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa cara membersihkannya dari sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat yang terpuji cara melakukan suluk meklangkah menuju ke ridloan Allah dan meninggalkan larangannya menuju kepada perintahnya.”

b. Imam AL-Ghozali mengatakan pendapaat abu bakar al-kataany, yang mengatakan :”Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan budi pekerti atasnya berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk)islam. Dan ahli zuhud yang jiwanya menerima (perintah)untuk melakukan beberapa akhlak (terpuji)imannya.

c. Mahmud Amin An-Nawawi mengemukakan pendapat Al-Junaid Al-bagdaady yang mengatakan : tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. Lalu ia berkata “seorang hamba tidak akan menekuni amalan tasawuf tanpa aturan tertentu, menganggap tidak tepat ibadahnya tanpa tertuju kepada tuhannya dan merasa tidak berhubungan dengan tuhannya tanpa menggunakan waktu untuk beribadah kepadanya”

d. As-Suhrawardy mengemukakan pendapat ma’ruf Al-karakhy yag mengatakan “ tasawuf adalah hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada ditangan mahluk (kesenangan duniawi)

2. Esensi tasawuf

Tasawuf adalah nama lain I “mistisisme dalam islam” dan dikalangan orientalis barat dikenal dengan nama “Sufisme” kata sufisme merupakan istilsh khusus mistisisme islam. Sehingga kata-kata itu tidak ada dalam agama-agama lain.

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna yang penuh dengan kesadaran, bahwasannya manusia sedeang ada di kehadirat tuhan.

Tasawuf atau mistisme dalam islam beresensi [pada hidup dan berkembanmg mulai dari bentuk hidup “ kezuhudan” dalam bentuk “tasawuf amali” kemudian tasawuf falsafi.

Tujuan tasawuf untuk bisa langsung berhubungan dengan tuhan, dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat tuhan. Tasawuf adalah aspek ajaran islam yang paling penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran islam .

Olek karena itu, adalah jalan sepiritual dan merupakan dan merupakan dimensi batin.

Dengan demikian, tampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan subtansi islam.

Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sedkali dengan tuhan, diantaranya :

tA$s% öNèd ÏäIw'ré& #n?tã ̍rOr& àMù=Éftãur y7øs9Î) Éb>u 4ÓyÌ÷ŽtIÏ9 ÇÑÍÈ

Berkata, Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli Aku dan Aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)".

Perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua Hijriyah dimulai dari masa para sahabat yang saat itu babarapa para sahabat yang tergolong sufi pada abad yang pertama, dan bertfungsi sebagai maha guru, sahabat-sahabat yang dimaksudkan antara lain :

a. Abu bakar As-Siddiq ; Wafat tahun 13 H.

b. Umar bin Khattab ; Wafat tahun 23 H.

c. Usman bin Affan ; Wafat tahun 35 H.

d. Ali bin Abi Thalib ; Wafat tahun 40 H.

e. Salman Al-Farisy

f. Abu Zar Al-Ghifary

g. Ammar bin Yasir

h. Huzaidah bin Al-Yaman

i. Niqdad bib Aswad tahun 33 H.

Lalu diteruskan pada masa tabi’in, Ulama’-ulama’ ini adalah murid datri Ulama-Ulama Sufi dari kalangan sahabat, tokoh-tokoh ulama sufi antara lain :

a. Al-Hasan Al-Bashry 22 H – 110 H.

b. Rabi’ah Al-Adawiyah, Wafat tahun 185 H.

c. Sufyan bin Said Ats-Tsaury 97 H. – 161 H.

d. Daud Ath-Thaiy, Wafat tahun 165 H.

e. Syaqieq Al-Balqhiy, Wafat tahun 194 H.

Setelah itu tasawuf mulai berkembang pada abad ketiga dan keempat Hijriyah dan seterusnya sampai pada abad keenam , ketujuh dan kedelapan yang pada akhirnya ada tokoh yang sangat berpengaruh pada perkembangan tasawuf abad ini, antara lain :

a. Syihabuddin Abul Fut4u As-Suhrawardy ; Wafat tahun 587 H / 1191 M

b. Al-Ghaznawy ; Wafat tahun 545 H / 1151 M

c. Jalaluddin Rumy Wafat tahun 672 H / 1273 M.

Sudah menjadi kebiasaan bagi setiap golongan menekuni suatu ajaran akan kerinduan terhadap masa kejayaan yang telah dialami oleh para pendahulunya, akan tetapi masa kejayaan yang seperti itu tidak pernah tercapai sampai sekarang ini. Namun ajarannya tetap hidup kerena merup[akan suatu unsur dari ajaran islam, hanya saja kadang disalah gunakan oleh orang tertentu utntuk tujuan pribadinya serperti ; Politik, Mejik dan sebagainya, sehingga citra tasawuf dimata masyarakat menjadi rusak kerena dikotori oleh motif-motif tertentu. Inilah yang menyebabkan nasib tasawuf mengelami kemunduran hingga saat ini. Namun masih tetap selalu diupayakan oleh pengikutnya dari berbagai macam aliran Tariqat untuk menyemarakkan kembali.


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kami, sehingga makalah ini bisa diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah menjadi pelita diAlam semesta ini.

Dalam kesempatan yang baik ini tidak lupa kami ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada :

  1. Bpk.Idri selaku dosen pembimbing
  2. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Sunan Ampel yang telah membantu menyelesaikan makalah ini
  3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Semoga Allah memberikan balasan yang setimpal atas bantuan yang telah diberikan. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan pada penulis khususnya.

Penulis