KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah saya haturkan kehadirat Allah yang maha kuasa.
Penyusun masih diberi kesempatan untuk membuat makalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah metode pengajaran. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Yang telah memberi tauladan pada kita
tentang kepemimpinan yang sebenarnya.
Selanjutnya seperti yang kita ketahui bahwa manusia tak kan pernah luput dari
salah dan lupa, selayaknya kepada pembaca untuk mengkritik dan memberikan
saran pada makalah ini jika terdapat hal yang kurang berkenan.
Penyusun melihat pada realitas saat ini terkait pembelajaran di negeri ini
masih sangat jauh dari harapan, entah karena Sumber Daya Manusianya (SDM) yang
kurang mumpumi atau karena faktor lain. Yang jelas negeri ini bukalanlah negeri
yang miskin melainkan negeri yang kaya raya yang selalu dilirik oleh tetangga
disamping Harapan penyusun semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya
sehingga tercipta pembelajaran serta konsepnya yang ideal sehingga
melahirkan anak didik yang solutif untuk negeri yang carut marut ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar
merupakan suatu usaha yang terarah menuju tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pendidikan adalah proses dan hasilnya tidak bisa dilihat dalam
waktu dekat, membutuhkan waktu yang lama untuk mengukur keberhasilannya baik
yang berhubungan dengan kemampuan intelektual, emosional maupun spiritualnya.
Pendidikan juga dipandang sebagai suatu sistem yang terstruktur dengan
melibatkan beberapa komponen dan dengan organisasi yang teratur sesuai dengan
prosedur-prosedur yang ada menuju format ideal yang ditetapkan sebagai tujuan
itu sendiri.
Dalam dunia pembelajaran,
terdapat dua unsur yang harus ditransfer. Pertama adalah pengetahuan (knowledge)
yang berhubungan dengan kemampuan murid untuk memahami alam sekitarnya sebagai
bentuk perintah tuhan yang selalu menginginkan manusia terus-menerus berpikir
sebagai titik perbedaan manusia dengan mahluk yang lainnya. Kedua adalah nilai
(values) yang berhubungan dengan norma-norma yang harus dipatuhi seorang
murid ketika sudah masuk dalam “dunia nyata” setelah menamatkan pendidikannya
di sekolah, terutama di lingkungan masyarakatnya. Inilah yang seharusnya
diberikan kepada murid secara seimbang, konsep insan kamil yang
didengung-dengungkan dalam pendidikan Islam segera terwujud dengan segera.
Ironisnya, justru dalam kehidupan modern ini para murid hanya diberikan
pengetahuan yang jelas-jelas tidak menanamkan nilai-nilai kepada mereka.
Pengetahuan sudah jauh dari nilai-nilai dalam perkembangannya sehingga perlu
adanya reorientasi terhadap perjalanan dunia pendidikan sebagai tempat
transformasi kedua unsur tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar
Belajar dan pendidikan
secara definisi hampir sama, Belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap (Munandir, 1991).
Pendidikan berarti proses transmisi berbagai pengalaman dari satu generasi
kepada generasi lainnya[1].
Belajar
mulai dalam masa kecil ketika bayi memperoleh sejumlah kecil keterampilan yang
sederhana seperti memegang botol susu dan mengenal ibunya. Selama masa
kanak-kanak dan masa remaja diperoleh sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan
hubungan sosial, demikian pula diperoleh kecakapan dalam berbagai mata ajaran
sekolah. Dalam usia dewasa, orang diharapkan telah mahir mengerjakan tugas
pekerjaan tertentu dan keterampilan-keterampilan fungsional lain.
Kemampuan orang untuk belajar ialah ciri penting yang membedakan jenisnya dari
jenis-jenis mahluk yang lain. Kemampuan belajar itu memmberikan manfaat bagi
individu dan juga bagi masyarakat. Bagi individu dalam kebudayaan kita,
kemampuan untuk belajar secara terus menerus memberikan sumbangan bagi
pengembangan berbagai ragam gaya hidup.
a.
Proses Belajar
Menurut Bruner, dalam proses belajar
dibedakan tiga fase atau episode, yaitu (1) informasi, (2) transformasi, (3)
evaluasi.
1.
Informasi
Dalam tiap pembelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi
yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa
tidak ada energi yang lenyap.
2.
Transformasi
Informasi harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam
bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal
yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
3.
Evaluasi
Kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh
dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga episode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah
ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap
episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang
diharapkan, motifasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan
dorongan untuk menemukan diri sendiri.
B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah
setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.
Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak
pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian
tidak secara langsung dapat diamati.
Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai
konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta
didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu
objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan
sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta
didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu
pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya
interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas
sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar
yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu
memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian
target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan
kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik,
ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan
membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
C.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran
Berikut ini adalah prinsip
umum pembelajaran yang penyusun rangkum dari beberapa pakar pembelajaran
yang meliputi:
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan
yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan
informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar.
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai
sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi
untuk mempelajarinya.
Apabila dalam diri siswa
tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut
perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan
faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar
mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli
yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang
datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri
pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan;
memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan.
Di samping perhatian,
motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah
tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan
demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai
pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk
belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan
sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan
adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi
dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila
peserta didik mempunyai motivasi, ia akan:
· bersungguh-sungguh
menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk
ikut serta dalam kegiatan belajar;
· berusaha
keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut;
· Terus
bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat
internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga
eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan
prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan
insentif dan juga motivasi berprestasi.
2.
Keaktifan
Menurut pandangan psikologi
anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,
mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh
orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya
mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. Menurut teori kognitif, belajar
menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima,
tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan
berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan
belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang
dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin
paham.
Dalam proses belajar,
siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik
yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik
bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan
sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
3.
Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan
sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada
orang lain. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya
mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar
membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan,
bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar
cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas sendiri.
Dalam konteks ini,
siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh
pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang
bermakna untuk hidup di masyarakat. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan
sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan
sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan
fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika
siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan
"mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, Pentingnya
keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan
"learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan
langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan
pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan
cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila
mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai
berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita
dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar,
70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka
peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan.
Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan
melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
4.
Pengulangan
Prinsip belajar yang
menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini
belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya
mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan
sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan
berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka
daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam
proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan
melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam
belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu
dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang.
Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih
penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya
dengan membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah
teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan
bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya
respon benar.
5.
Tantangan
Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah
diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru
dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha
mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul
motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran
harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa
bersemangat untuk mengatasinya.
Bahan pelajaran yang baru
yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang
untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery
juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang
tidak menyenangkan.
6.
Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang
berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar operant
conditionin. Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan
stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau
puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya
jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung
diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka
cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih
semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik
akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar
selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar
sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik
itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat
merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak
yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik
kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih
giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak
untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
7.
Perbedaan Individual
Siswa merupakan makhluk
individu yang unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas,
seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap,
mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan
keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar
dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan
berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki
tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai
dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara
dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh
guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di
sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya
pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan
kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan
pengetahuannya.
D.
Definisi Mengajar
Penyusun makalah disini lebih membahas definisi
metode mengajar karena dia menilai lebih mengena ketika yang dibahas adalah
metode mengajar.
Menurut Prof. Mohammad Athiyah al-Abrasyi metode
mengajar adalah jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid
segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. Ia adalah rencana yang
kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas, dan terapkan dalam kelas
itu setelah kita memasukinya[2].
“Falsafah pendidikan
adalah aktifitas yang dilakukan oleh pendidik –pendidik dan filosof-filosof
untuk menerangkan, menyelaraskan, mengecam dan mengubah proses pendidikan
selaras dengan masalah-masalah kebudayaan dan unsur-unsur yang bertentangan
didalamnya”.[3]
Metode mengajar mempunyai arti lebih dari pada
hanya sebagai alat untuk menyampaikan maklumat dan pengetahuan kepada otak
murid atau lebih tepat lagi untuk menolong murid-murid memperoleh maklumat dan
pengetahuaan. Selain dari itu ia bermakna juga sebagai alat untuk menolong
pelajar-pelajar memperoleh keterampilan-keterampilan, kebiasaan-kebiasaan,
sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan. Sebab semua perkara ini dapat
diperoleh, berubah dan bertukar, dan disengajakan dalam perkembangan dan
perubahannya oleh proses pendidikan dan proses pengajaran yang menjadi suatu
bahagian yang tak terpisah dari proses pendidikan dan merupakan langkah
pertamanya[4].
E. Prinsip-prinsip
Umum Mengajar
Prinsip-prinsip
umum yang dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah
sebagai berikut[5]:
1. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang
sudah dimiliki siswa.
Tingkat kemampuan/pengalaman siswa
itu berbeda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Maka dari itu, seorang
guru harus mengetahui tingkat kemampuan/pengalaman siswa sebelum dia melakukan
pembelajaran. Untuk mengetahui pengalaman siswa, guru dapat melakukan pre-test.
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
2. Pengetahuan
dan ketrampilan yang diajarkan harus bersifat praktis.
Dengan mengaitkan setiap
materi pembelajaran dengan situasi kehidupan yang bersifat praktis, dapat memunculkan
arti materi pembelajaran tersebut bagi diri siswa sendiri. Dengan merasakan
bahwa materi pembelajaran itu berarti atau bermakna, muncul rasa ingin
mengetahui atau memiliki.
3. Mengajar harus memperhatikan perbedaan
individual setiap siswa.
Setiap individu mempunyai
kemampuan potensial yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
Apa yang dapat dipelajari seseorang secara cepat, mungkin tidak dapat dilakukan
oleh yang lain dengan cara yang sama. Oleh karena itu, mengajar harus memperhatikan
perbedaan tingkat kemampuan masing-masing siswa.
4. Kesiapan dalam belajar sangat penting
dijadikan landasan dalam mengajar.
Kesiapan adalah kapasiti
(kemampuan potensial) baik bersifat fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu
perbuatan, khususnya melakukan proses belajar disertai harapan ketrampilan yang
dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu. Jika siswa siap untuk
melakukan proses belajar, hasil belajar dapat diperoleh dengan baik.
Sebaliknya, jika tidak siap, tidak akan diperoleh hasil yang baik.
5. Tujuan pembelajaran harus diketahui siswa.
Tujuan pelajaran merupakan
rumusan tentang perubahan perilaku yang akan diperoleh setelah proses
pembelajaran. Jika tujuan diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar.
Agar tujuan pembelajaran mudah diketahui, maka harus dirumuskan secara khusus.
6. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologi
tentang belajar.
Belajar itu harus bertahap
dan meningkat. Mengajar harus mempersiapkan materi pembelajaran yang bersifat
gradual, yaitu dari sederhana kepada yang kompleks (rumit), konkrit kepada yang
abstrak, umum (general) kepada yang kompleks, dari yang sudah diketahui kepada
yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak), induksi kepada deduksi
atau sebaliknya, dan sering menggukana reinforcement (penguatan).
BAB III
PENUTUP
Belajar, pembelajaran dan mengajar adalah satu
kesatuan yang tak bisa dipisahkan, ketiganya saling berkaitan. Ketiganya
dikemas dalam pendidikan dan memiliki konsep masing-masing.
Dalam proses belajar
dibedakan tiga fase atau episode, yaitu (1) informasi, (2) transformasi, (3)
evaluasi.
Dalam pembelajaran dapat kita ketahui dengan
beberapa langkah, yaitu: Perhatian dan Motivasi, keaktifan,
pengalaman/keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan dan penguatan serta
perbedaan individual.
Dalam mengajar harus memiliki beberapa
dasar-dasar prinsip yang pada intinya bagaimana anak didik bisa dibuat nyaman
ketika belajar, menerima informasi ilmu dengan mudah, dan terus termotifasi
untuk menggali pengetahuan sedalam-dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Toumi, Omar Mohammad. 1979. Falsafah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Bruner, Jerome S., The Proses of Education. New York, 1960
al-Abrasyi, Mohd Athiyah. Ruh attarbiyah watta’lim,
kaherah, Isa Al-Baby Al-Halby dan Co, p. 267. 1967
Mukani. 2011. Pergulatan Ideologis
Pendidikan Islam. Malang: Madani Media
Munandir. 1991.Belajar dan
Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Sumiati dan Asra. 2008. Metode
Pembelajaran, Hal. Bandung: CV. Wacana Prima.
[2] Moh. Athiyah al-Abrassyi, Ruh attarbiyah
watta’lim, kaherah, Isa Al-Baby Al-Halby dan Co, p. 267